Kamis, 18 November 2010

Hari Perawat Sedunia 12 Mei UU Keperawatan, Harga Mati!

Hari Perawat Sedunia 12 Mei
UU Keperawatan, Harga Mati!
Qleh : Weni Widya Shari*

12 Mei ditetapkan sebagai hari keperawatan sedunia karena sebagai bentuk peringatan terhadap hari lahir Florence Nightingale yang merupakan pioneer dalam menetapkan pondasi keperawatan dengan menaikkan derajat perawat sebagai professional yang dihargai.
Merunut dari perjalanan 12 Mei 2008 yang lalu, yaitu dilaksanakannya Gerakan Nasional perawat untuk mensukseskan UU keperawatan dimana seluruh komponen perawat dan mahasiswa keperawatan bergerak serentak turun kejalan melakukan demontarsi ke DPR RI dan melakukan aksi simaptik dengan tidak meninggalkan pelayanan dengan tujuan pemblowupan isu tentang pentingnya UU keperawatan ke masyarakat yang pada akhirnya memberi desakan kepada DPR RI untuk segera mengesahkan RUU keperawatan.
Selintas perjalanan tersebut merupakkan suatu upaya untuk pengembangan profesi keperawatan menuju profesinya yang mapan karena mengingat pengakuan keperawatan sebagai profesi telah terjadi sebelum UU no.26 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional (sisdiknas) disyahklan, yaitu pada Januari 1983 dan tentunya untuk meningkatkan mutu kesehatan secara global dinegara ini.
Dalam perjalanan panjangnya, profesi keperawatan di Indonesia mempunyai latar belakang sejarah perkembangan yang kurang menguntungkan bila dibandingkan dengan tetangga dekatnya dalam 1 kawasan. Proses professional.keperawatan di Indonesia banyak menghadapi tantangan dan hambatan. Sampai lebih dari 20 tahun sejak profesi keperawatan dideklarasikan, keperwatan Indonesia belum sepenuhnya diterima sebagai pelayanan dan asunan keperawatan yang mandiri dan professional, padahal seyogyanya profesi ini bersifat saling membutuhkan dengan pelayanan kesehatan lainya, khususnya pelayanan asuhan medis.
Sebagai sebuah profesi tentunya keperawatan harus memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas dengan profesi lain. Hal ini untuk membedakkan ranah kerja perawat dalam memberikkan pelayanan. Akan tetapi, bagaimana kondisi yang terjadi saat ini pada profesi keperawatan ?? bagaimana perlindungan hukum yang ada untuk melindungi mereka pada saat memberikkan pelayanan ??
Selama ini, perawat hanya menjadi pelengkap dalam dunia kesehatan saja, diakui bila dibutuhkan saja. Padahal dalam pengertian dasar sekalipun keperawatan ,merupakkan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang memiliki kiat dan ilmu secara mandiri. Kebijakkan –kebijakkan pemerintah melalui perpanjangan tangannya terkadang menunjukkan kurang keberpihakannya kepada perawat. Kebijakan pemerintah yang ada sama sekali tidak mendukung terciptanya suasana yang adil dan kondusif bagi perawat. .Hal ini terlihat ketika disyahkannya D4 sebagai salah satu jenjang perawat yang telah menambah rentetan panjang masalah yang sebelumnya telah dibingungkan dengan adanya jenjang SPK, AKPER, D3, S1, S2 dalam jenjang keperawatan .
Selain itu, belum adanya payung hukum yang jelas bagi profesi keperawatan dalam memberikkan asuhan keperawatan juga membawa perawat selaku pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat selaku penerima pelayanan kesehatan dalam posisi yang membahayakkan. Padahal dalam pasal 53 (1). Dijelaskan bahwa” Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.”
Dalam kancah international perawat pun kalah bersaing dengan perawat luar negri. Hal ini diperberat lagi dengan telah ditanda tanganinya Mutual Recognicion Arrangement (MRA), di Philipines tahun 2006. Sehingga pada AFTA 2010 nanti perawat luar negri telah bebas keluar masuk Indonesia. Ada sisi yang mengkhawatirkan disini mengingat Indonesia adalah salah satu dari 3 negara di ASEAN yang belum memiliki UU keperawatan. Sehingga, posisi perawat Indonesia akan tertekan karena belum memiliki perlindungan hukum dalam memberikkan pelayanan. Bisa saja nanti Indonesia “menjadi tuan rumah di negeri sendiri”
Fakta –fakta diatas adalah realita yang terjadi dalam dunia keperawatan saat ini dan tentunya butuh solusi yang expres karena ternyata lebih dari 75 % dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes,2005). Dengan jumlahnya yang mendominasi ini otomatis akan mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan di Indonesia sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, sehingga semua hal tersebut akan teratasi dengan disyahkanya RUU keperwatan yang merupakkan sisi legalisi semua komponen baik masyarakat, tim kesehatan terutama perawat maupun pemerintah. Semua komponen ini bisa mendapatkan kemanfaatan dalam kualitas pelayanan kesehatan nantinya ketika RUU disyahkan karena notabenenya RUU keperawatan merupakkan nafas publik untuk mendapatkan pelayanan keperawatan dari perawat yang kompeten.
Oleh Karena itu, dalam peringatan hari perawat sedunia pada 12 mei 2009 ini, seluruh komponen perawat pun masih siap berteriak lantang untuk mendorong disyahkanya RUU keperawatan karena pengesahan RUU keperwatan di 2009 merupakan harga mati!





*Ketua BEM PSIK FK UNSRI 2008-2009, Kord. Tim Ad Hoc ILMIKI Wil. Sumatera
Email ; when2_ners@ymail.com/ bempsikunsri@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar