Rabu, 24 November 2010

OBAMA

Bagi masyarakat AS, Obama adalah superstar politik baru yang menjanjikan banyak perubahan dan harapan lebih baik. Sosok muda, penuh kharisma, orator yang memikat, doktor hukum yang cerdas dari universitas papan atas, Harvard, penulis brilian, berasal dari kelas menengah-bawah, berdarah lintas kultural antara kulit putih dan hitam, dan berbagai karakter lainnya telah membentuknya menjadi politisi yang penuh pesona.
Barack Hussein Obama lahir pada 4 Agustus 1961 di Queen’s Medical Center, Honolulu, Hawaii. Ayahnya, Barack Hussein Obama Sr., pria kulit hitam yang berasal dari Nyangoma-Kogelo, distrik Siaya, Kenya. Ibunya, Shirley Ann Dunham, wanita kulit putih, keturunan suku Cherokee, berasal dari Wichita, Kansas, Amerika Serikat.
Obama menikahi Michelle Robinson, 44 tahun, juga doktor hukum lulusan Universitas Harvard. Kini pasangan ini dikaruniai dua putri : Malia (lahir 1999) dan Sasha (lahir 2001). Obama lulus dari Columbia University di New York dan melanjutkan kuliah hukum di Harvard University di Massachusets.
Obama pernah tercatat sebagai murid di SD Franciscus Asisi, di kawasan Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Para guru di sekolah Katolik itu tidak mengenai nama Barack Obama. Sebab, ketika masuk sekolah tersebut pada 1 Januari 1968, ia duduk di kelas 1B, dengan nama Barry Soetoro.
Idola obama adalah Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr., dan Abraham Lincoln. “Mereka tidak hanya mempraktikan politik, melainkan juga mengubah cara berpikir tentang diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka menggali budaya masing-masing secara mendalam dan berjuang untuk itu,” kata Obama.
Daya pikat lain Obama adalah terletak pada gagasan yang dilontarkannya dan kemampuannya sebagai penulis. Memoar yang ditulisnya tahun 1997, Dreams from My Father, bercerita tentang masa kecilnya hingga menyelesaikan kuliahnya, tentang keluarga dan lingkungan dekatnya di Chicago, telah menjadi bestseller.
Tim Hikmah. Obama : Tentang Israel, Islam, dan Amerika. 2008. Jakarta : Penerbit Hikmah

Senin, 22 November 2010

Gajah di Pelupuk Mata

Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak. Pepatah ini mengandung arti bahwa kesalahan atau kekurangan orang lain, walau sekecil apa pun keliatan jelas sekali, namun kesalahan atau kekurangan diri sendiri, meskipun besar, tidak kelihatan.

Aidit, Sobron. Gajah di Pelupuk Mata. 2002. Jakarta : PT Grasindo

Puasa dan Makanan

Siapa pun tak ingin menderita sakit, tak dapat disangkal bahwa KESEHATAN lebih utama daripada harta, kekayaan ataupun ketenaran. Untuk mencegah, menyembuhkan ataupun mengurangi sakit, ada bermacam cara. Dengan pengobatan modern berupa suntikan, tablet, kapsul, pil dan sebagainya. Tetapi obat-obatan modern dapat menimbulkan efek sampingan yang merugikan.

Hampir semua obat adalah racun. Anehnya akhir-akhir ini justru semakin banyak orang yang memakainya. Mengapa ? Karena mereka menginginkan pengobatan yang cepat. Mereka tidak perduli bagaimana atau mengapa mereka sakit. Menurut mereka, dengan suntikan atau minum obat-obatan maka penyakit mereka bisa sembuh. Mereka tidak menyadari bahwa kesembuhan mereka itu hanya sesaat saja, karena efek samping dari tindakan tersebut justru lebih buruk dari penyakit itu sendiri.

Sebetulnya ada cara pengobatan lain yang lebih aman, yang juga selaras dengan dalil-dalil ilmu hayat, yaitu dengan berpuasa dan makan makanan alamiah. Kehebatan dari cara ini telah dibuktikan oleh Dr. Jack Goldstein. Memang cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan juga kesabaran, pengetahuan, serta pengertian. Penyembuhan secara alami ini berjalan dengan lambat tetapi pasti.

Puasa sendiri tidak mengobati penyakit. Puasa memberi kesempatan pada tubuh untuk menyembuhkan diri, yaitu istirahat fisiologis. Puasa :
1.Memberi kesempatan pada organ-organ vital untuk benar-benar beristirahat.
2.Menghentikan pemasukan makanan yang akan membusuk dalam usus dan lebih jauh meracuni tubuh.
3.Melancarkan eliminasi dari sisa-sisa metabolisme.
4.Memberi kesempatan pada tubuh untuk mengatur dan menormalkan biokimia dan juga sekresi.
5.Membiarkan tubuh untuk membongkar dan memperbaiki jaringan yang sakit, endapan, dan pertumbuhan yang abnormal.
6.Memulihkan dan kemudian sel dan jaringan dan juga perasaan yang menyebabkan tubuh kelihatan lebih muda.
7.Menyebabkan penyimpanan dan penggalian energi.
8.Meningkatkan kemampuan dalam pencernaan dana asimilasi (absorbsi dan penggunaan makanan dalam jaringan).
9.Menjernihkan dan menajamkan pikiran.
10.Memperbaiki fungsi seluruh tubuh.
Pekerjaan, kebiasaan, dan lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan kita. Kita harus dapat menahan emosi, kemarahan, dan hal-hal negatif lainnya. Kita harus berfikir secara positif, kita harus ramah, simpatik, mengasihi sesama, dan tidak egois. Kita harus merawat tubuh kita seperti merawat sebuah candi agung. Kita seharusnya memujanya dengan kagum dan hormat, bukan merusak atau meracuninya. Kita harus mencintai diri kita terlebih dahulu, baru dapat mencintai orang lain. Tetapi, untuk mencintai diri kita sendiri, kita harus sepaham dengan pendapat Socrates : “Know thyself” (Ketahuilah diri anda sendiri).

Benyamin Franklin, “Orang yang mengetahui dan menyadari kebobrokan obat-obatan adalah seorang dokter yang baik”. Juga, “Perut yang penuh adalah sumber segala kemalangan.” Akhirnya “Semakin banyak makan, semakin besar kemungkinan penyakit yang timbul. Semakin banyak obat-obatan, semakin kecil kemungkinan untuk sembuh.”

Goldestein, Jack. Puasa dan Makan untuk Kesehatan dan Mencegah Penyakit cetakan kedua. 1998. Semarang : Penerbit Dahara Prize

Kamis, 18 November 2010

Pasal yang sering dipermasalahkan:

1. BAB III, Pasal 4d : Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep.
(kewenangan dan kompetensi perawat hadir karena kebutuhan masyarakat sendiri ^^)

2. BAB VIII, Pasal 40 ayat 1, 2, 3, dan 4

Pasal 40

(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.

(2) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.

(3) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya sebagai perawat.

(4) Ketentuan mengenai daerah yang sulit terjangkau ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan tersendiri.

ruu keperawatan dan penjelasan

UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEPERAWATAN PENJELASAN
Rancangan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……………………….

TENTANG
PRAKTIK KEPERAWATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.

c. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan merupakan bagian integral dari penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.

d. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.

e. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi profesi.

f. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Praktik Keperawatan.

Mengingat 1. Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) (cek ulang di UUD 45)

2. Undang-Undang No. 23, tahun 1992 tentang kesehatan.(di konsulkan ulang)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN


Rancangan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……………………….

TENTANG
PRAKTIK KEPERAWATAN


A. LATAR BELAKANG

Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan masalah kesehatan.

Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan no 23 tahun 1992. Praktik keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui registrasi, seritifikasi, akreditasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya. Tenaga keperawatan juga memiliki karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran hukum yaitu diperkenannya melakukan intervensi keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.

Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Enam puluh persen tenaga kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak pertama dengan sistem klien.

Keperawatan sebagai profesi mempersyaratkan pelayanan keperawatan diberikan secara professional oleh perawat/ners dengan kompetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik dan moral, sehingga masyarakat terlindungi karena menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi juga memiliki body of knowledge yang jelas berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi, memiliki standard dan etika profesi, akontabilitas, otonomi, dan kesejawatan (Leddy & Pepper, 1993). Perawat juga diharuskan akuntabel terhadap praktik keperawatan yang berarti dapat memberikan pembenaran terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat secara hukum apabila tidak melakukan praktik keperawatan sesuai dengan standar profesi, kaidah etik dan moral.

Proses Keperawatan adalah suatu entitas ilmiah dan humanistik (laddy & papper, 1993) melandasi suatu standard asuhan dan dilaksanakan berdasarkan keyakinan terhadap paradigma keperawatan. Sistematika proses keperawatan menjadi pola pikir dan tindakan perawat yang terdiri dari pengkajian (assesment), perencanaan (termasuk kriteria keberhasilan), implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan ini telah hampir diterapkan diseluruh pelayanan kesehatan di Indonesia dengan penyesuaian dengan kondisi setempat.

Melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, seringkali diidentikkan dengan kegagalan upaya kesehatan padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai displin ilmu keperawatan. Untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan dan asuhan keperawatan serta perawat sebagai pemberi pelayanan dan asuhan keperawatan, maka diperlukan ketetapan hukum yang mengatur praktik keperawatan. Hanya perawat yang memenuhi persyaratan saja yang akan mendapatkan lisensi/ijin melakukan pratik keperawatan. Untuk itu diperlukan Undang Undang Praktik Keperawatan yang mengatur keberfungsian Badan Regulatori atau Konsil Keperawatan untuk melindungi masyarakat.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatangani kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement), dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk mengatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-negara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan. Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum memiliki undang-undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan (Regulatory Body) merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yag besar. Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap mutu dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa pelayanan keperawatan.

Secara garis besar hal-hal substansial yang dimuat dan ditampung dalam Rancangan Undang-Undang Praktik Keperawatan ini antara lain menyangkut; (a). Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan; (b). Pengaturan ijin praktik kaitannya dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi; (c). Akreditasi tempat praktik dan orang-orang yang bertangung jawab terhadap praktik; (d).Pengaturan tentang keterkaitan antara praktik dengan penelitian; (e). Pengaturan penetapan kebijakan yang sekarang ini ada pada departemen kesehatan; (f). Ketatalaksanaan hubungan antara pasien dengan perawat; (g). Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi; (h). pemberian sanksi disiplin


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

(1) Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.




Pasal 1

Ayat (1) ; Cukup jelas

(2) Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok.
Ayat (2) ; Sistem klien yang dimaksud adalah seluruh komponen system yang menjadi focus pelayanan keperawatan meliputi; individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat.

Tatanan pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah; Puskesmas, Rumah Sakit, Praktik Individu, Klinik, Kesehatan Kerja Perusahaan/Industri, home care, praktik berkelompok dan tempat/sarana yang memungkinkan terlaksananya praktik keperawatan.
(3) Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien di sarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.

Ayat (3) ; Cukup jelas
(4) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4) ; Cukup jelas
(5) Perawat terdiri dari perawat vokasional dan perawat profesional. Ayat (5) ; Cukup jelas
(6) Perawat vokasional adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Diploma III Keperawatan dan Sekolah Perawat Kesehatan yang terakreditasi dan diakui oleh pejabat yang berwenang.
Ayat (6) ; Cukup jelas
(7) Perawat profesional adalah seseorang yang lulus dari pendidikan tinggi keperawatan dan terakreditasi, terdiri dari ners generalis, ners spesialis dan ners konsultan.
Ayat (7) ; Cukup jelas
(8) Ners generalis adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan Ners.
Ayat (8) ; Cukup jelas
(9) Ners Spesialis adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan spesialis keperawatan 1.
Ayat (9) ; Cukup jelas
(10) Ners Konsultan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan spesialis keperawatan 2.
Ayat (10) ; Cukup jelas
(11) Registered Nurse disingkat RN adalah perawat profesional yang teregistrasi.
Ayat (11) ; Perawat professional yang teregistrasi adalah seseorang yang terdaftar sebagai perawat professional oleh konsil keperawatan Indonesia melalui mekanisme uji kompetensi yang telah ditetapkan olel konsil.
(12) Licensed Practical Nurse disingkat LPN adalah perawat vokasional yang teregistrasi.
Ayat (12) ; Perawat professional yang teregistrasi adalah seseorang yang terdaftar sebagai perawat vokasional oleh konsil keperawatan Indonesia melalui mekanisme uji kompetensi yang telah ditetapkan olel konsil.

(13) Konsil Keperawatan Indonesia adalah suatu badan otonom yang bersifat independen.
Ayat (13) ; Cukup jelas
(14) Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap program pendidikan dan pelatihan keperawatan dalam menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan di seluruh Indonesia yang dilaksanakan oleh organisasi profesi.
Ayat (14) ; Cukup jelas
(15) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi oleh konsil keperawatan.

Ayat (15) ; Cukup jelas
(16) Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil keperawatan Indonesia terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi.
Ayat (16) ; Cukup jelas
(17) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
Ayat (17) ; Cukup jelas
(18) Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
Ayat (18) ; Cukup jelas
(19) SIPP I (satu) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan.
Ayat (19) ; Cukup jelas
(20) SIPP II (dua) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan
Ayat (20) ; Cukup jelas
(21) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan.
Ayat (21) ; Cukup jelas
(22) Klien dan atau pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perawat.
Ayat (22) ; Cukup jelas
(23) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Ayat (23) ; Cukup jelas
(24) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional (generalis dan perawat spesialisasi) sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.
Ayat (24) ; Cukup jelas
(25) Komite adalah badan kelengkapan konsil yang dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas konsil.
Ayat (25) ; Cukup jelas
(26) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
Ayat (26) ; Cukup jelas
BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Praktik keperawatan dilaksanakan berasaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, nilai moral (netika dan etiket), manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.



Pasal 2
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan;
a. nilai ilmiah adalah bahwa praktik keperawatan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan tehnologi yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman praktik.
b. Nilai moral (Etika dan etiket) adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus mengacu pada prinsip-prinsip moral antara lain beneficience, nonmaleficience, veracity, justice, non-diskriminatif dan otonomi.
c. Manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
d. Keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus mampu memberikan pelayanan yang dan tidak diskriminatif, merata, terjangkau dan bermutu dalam konteks pelayanan kesehatan.
e. Kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik keperawatan memberikan perlakuan yang memenuhi hak azazi manusia sebagai penerima pelayanan yaitu hak memperoleh pelayanan yang aman, hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk didengar serta hak untuk memilih.
f. Keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan atas keseimbangan antara hak dan kewajiban penerima dan pemberi pelayanan.
g. Perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dilakukan dengan kehati-hatian sesuai dengan standard praktik keperawatan.
Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan.
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
Pasal 3 ; Cukup jelas
BAB III

LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 4

Lingkup praktik keperawatan adalah :
a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien.
c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep.
e. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.



Pasal 4 ;
Huruf a ;cukup jelas

Huruf b ; cukup jelas

Huruf c ; cukup jelas

Huruf d ; Tindakan medik terbatas yang dimaksud adalah jenis dan bentuk tindakan medik yang disepakati bersama dengan profesi kedokteran melalui ketetapan menteri kesehatan dan dilakukan oleh perawat professional yang kompeten dibidangnya.

Pernyataan kompeten yang dimaksud adalah penetapan kemampuan seorang perawat melalui mekanisme uji kompetensi tehadap standar yang telah ditetapkan bersama.

Huruf e ; cukup jelas
BAB IV
KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA

Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan

Pasal 6

(1) Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II pasal 3, dibentuk konsil keperawatan yang selanjutnya disebut Konsil Keperawatan Indonesia.



Pasal 6
Ayat (1) ; cukup jelas
(2) Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai kepala Negara.
Ayat (2) ; cukup jelas
(3) Konsil Keperawatan Indonesia bersifat nasional dan dapat membentuk kantor perwakilan bila diperlukan.
Ayat (3) ; cukup jelas
Pasal 7

Konsil Keperawatan Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Pasal 7 ; cukup jelas
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil Keperawatan

Pasal 8

Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Pasal 8 ; cukup jelas
Pasal 9

(1) Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai tugas:
a. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat;
b. Mengesahkan standar pendidikan profesi keperawatan
c. Membuat peraturan-peraturan konsil
d. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik keperawatan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
Pasal 9 ;
Ayat (1) ;
Huruf a; cukup jelas
(2) Standar pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b di usulkan oleh organisasi profesi perawat indonesia dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan. Ayat (2) ;
Yang dimaksud dengan standar pendidikan profesi keperawatan adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistim pendidikan nasional.

Penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan dilakukan oleh organisasi profesi termasuk kolegium dengan melibatkan asosiasi pendidikan keperawatan

Yang dimaksud dengan orgnasisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Yang dimaksud dengan asosiasi pendidikan keperawatan adalah Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia.


Pasal 10

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang :
a. Mengesahkan standar kompetensi perawat yang dibuat oleh organisasi profesi keperawatan dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan;
b. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ;
c. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi;
d. Menetapkan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat;
e. Menetapkan sanksi terhadap kesalahan praktik yang dilakukan perawat termasuk mencabut Surat Tanda Registrasi Perawat; dan
f. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan keperawatan berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh organisasi profesi.

Pasal 10 ; cukup jelas

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil Keperawatan Indonesia serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.


Pasal 11 ; cukup jelas

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 12

(1) Susunan organisasi dan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri dari :
a. Ketua
b. Sekretaris Eksekutif
c. Bendahara
d. Komite-komite


Pasal 12 ;
Ayat (1) ; cukup jelas
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. Komite Uji Kompetensi dan registrasi
b. Komite standar pendidikan profesi
c. komite praktik keperawatan
d. komite disiplin keperawatan Ayat (2) ; cukup jelas

(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota dan dapat membentuk sub komite sesuai kebutuhan.
Ayat (3) ; cukup jelas
Pasal 13
(1) Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan dipilih oleh dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.
Pasal 13;
Ayat (1) ; cukup jelas
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur dalam peraturan konsil keperawatan Indonesia
Ayat (2) ; cukup jelas
Pasal 14
(1) Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji kompetensi dan proses registrasi keperawatan.
Pasal 14;
Ayat (1) ; Uji kompetensi adalah suatu proses penilaian terhadap perawat yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan.

(2) Komite standar pendidikan profesi mempunyai tugas menyusun standar pendidikan profesi bersama dengan organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan . Ayat (2) ; cukup jelas
(3) Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan mutu praktik Keperawatan.
Ayat (3) ; cukup jelas
(4) Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan kepada para perawat, menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada Ketua Konsil.
Ayat (4) ; cukup jelas

Pasal 15
(1) Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.

Pasal 15 ;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Jumlah anggota Konsil Keperawatan Indonesia 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. Anggota yang ditunjuk adalah 12 ( dua belas) orang terdiri dari:
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 3 (tiga) orang;
- Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;
- Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 2 (dua) orang;
- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;
- Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;
- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;
- Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;
- Departemen pendidikan Nasional 1 (satu ) orang
b. Anggota yang dipilih adalah 9 (sembilan) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.
Ayat (2); Yang dimaksud dengan anggota konsil yang dipilih sebagaimana huruf (b) adalah pemilihan melalui mekanisme pencalonan dari 3 wilayah, masing-masing 3 orang kemudian dilakukan pemilihan secara serempak di tiga wilayah utama yaitu; barat meliputi pulau sumatera dan Jawa. Wilayah tengah meliputi Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NTB. Wilayah timur meliputi NTT, Kepulauan Maluku dan Papua
Pasal 16

1. Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi
Pasal 16 ;
Ayat (1); cukup jelas
2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil keperawatan Indonesia harus berdasarkan usulan dari organisasi profesi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (2).
Ayat (2); cukup jelas
3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
Ayat (3); cukup jelas
4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.
Ayat (4); cukup jelas
Pasal 17

(1) Personalia Konsil Keperawatan sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Pasal 17;
Ayat (1) cukup jelas
(2) Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
 Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.“
Ayat (2) cukup jelas
Pasal 18

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia :
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
b. Warga Negara Republik Indonesia;
c. Sehat rohani dan jasmani;
d. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu dipilih menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia;
e. Mempunyai pengalaman dalam bidang keperawatan minimal 5 tahun dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat, kecuali untuk non perawat;
f. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan
g. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia.
Pasal 18;
Huruf a; cukup jelas
Huruf b; cukup jelas
Huruf c; cukup jelas
Huruf d; cukup jelas

Huruf e; yang dimaksud pengalaman dibidang keperawatan adalah pengalaman dalam pelayanan, dan atau pendidikan, dan atau administrasi keperawatan.

Huruf f; cukup jelas
Huruf g; cukup jelas
Pasal 19

(1) Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia berakhir apabila :
a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri dan disetujui konsil;
c. Meninggal dunia;
d. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;
f. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
Pasal 19;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Dalam hal anggota Konsil Keperawatan Indonesia menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
Ayat (2); cukup jelas
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.
Ayat (3); cukup jelas
(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Konsil kepada Menteri kesehatan dan diteruskan kepada Presiden.
Ayat (4); cukup jelas
Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil Keperawatan Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Eksekutif.
Pasal 20;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Tenaga Sekretariat diangkat dan diberhentikan oleh Konsil Ayat (2); cukup jelas
(3) Tenaga Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pegawai Konsil Keperawatan Indonesia
Ayat (3); cukup jelas
(4) Dalam menjalankan tugasnya tenaga sekretariat bertanggung jawab kepada Sekretaris Eksekutif dan skretaris eksekutif bertanggung jawab kepada ketua Konsil Keperawatan Indonesia
Ayat (4); cukup jelas
(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretariat ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.
Ayat (5); cukup jelas
Bagian Keempat
Tata Kerja

Pasal 21

(1) Setiap keputusan Konsil Keperawatan yang bersifat mengatur dilputuskan oleh rapat pleno anggota.



Pasal 21;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Rapat pleno Konsil Keperawatan Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
Ayat (2); cukup jelas
(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat. Ayat (3); cukup jelas
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.
Ayat (4); cukup jelas
Pasal 22

Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 22; cukup jelas
Bagian Kelima
Pembiayaan

Pasal 23

(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Keperawatan Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pendapatan lain yang sah.



Pasal 23;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Sumber pendapatan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi biaya yang diperoleh dari registrasi perawat dan sumbangan lain yang tidak mengikat.
Ayat (2); cukup jelas
(3) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.
Ayat (3); cukup jelas
BAB V
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN

Pasal 24

(1) Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan bersama dengan asosiasi institusi pendidikan keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia



Pasal 24;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi membentuk Kolegium Keperawatan sesuai kebutuhan.
Ayat (2); cukup jelas
(3) Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):
a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
Ayat (3); cukup jelas


BAB VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN

Pasal 25

(1) Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi perawat dan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.







Pasal 25;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan jenjang karir professional perawat dalam konteks sistem penghargaan yang terstruktur dan transparan Ayat (2): Cukup Jelas
Pasal 26

Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.
Pasal 26; cukup jelas
BAB VII
REGISTRASI KEPERAWATAN

Pasal 27

(1) Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP) melalui mekanisme uji kompetensi oleh konsil.



Pasal 27;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Surat Tanda Registrasi Perawat sebagaimana ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua) kategori:
a. untuk perawat vokasional Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Lisenced Practical Nurse (LPN)
b. untuk perawat profesional Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Registered Nurse (RN)
Ayat (2); cukup jelas

(3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah perawat Diploma III dan SPK untuk Lisenced Practical Nurse (LPN)
b. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis I, atau Ners Spesialis II untuk Registered Nurse (RN)
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
e. lulus uji kompetensi
f. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi keperawatan
g. rekomendasi dari organisasi profesi
h. pas foto berwarna 4x6 sebanyak 2 lembar Ayat (3); cukup jelas
Pasal 28

(1) Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, ijin tempat praktik diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP).
Pasal 28;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LPN berhak memperoleh SIPP I dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
Ayat (2); cukup jelas
(3) Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP II dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri.
Ayat (3); cukup jelas
(4) Lisenced Practical Nurse (LPN) dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi Registered Nurse(RN) dan berhak memperoleh SIPP II.
Ayat (4); cukup jelas
Pasal 29

(1) Syarat untuk memperoleh SIPP I:
a. Memiliki STRP atau yang disebut dengan Lisenced Practical Nurse (LPN)
b. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan
c. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan
d. Pas foto berwarna 4x6 sebanyak 2 lembar

Pasal 29;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Syarat untuk memperoleh SIPP II;
a. Memiliki STRP atau yang disebut dengan Register Nurse(RN)
b. Tempat praktik memenuhi persayaratan
c. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan
d. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan
e. Pas foto berwarna 4x6 sebanyak 2 lembar
Ayat (2); cukup jelas
(3) SIPP masih tetap berlaku sepanjang:
a. STRP masih berlaku
b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP
Ayat (3); cukup jelas
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat praktik ntuk memperoleh SIPP II diatur dalam peraturan tersendiri.
Pasal 30

(1) Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Registered Nurse) di belakang nama, khusus untuk perawat profesional, atau LPN (Lisenced Practical Nurse) untuk perawat vokasional.
Pasal 30;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Sebutan RN dan LPN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
Ayat (2); cukup jelas
Pasal 31

(1) Surat Izin Praktik Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.
Ayat (1); cukup jelas
(2) Registrasi ulang untuk memperoleh STRP dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 27 ayat (3), ditambah dengan:
a. rekomendasi dari Komite Etik dan Disiplin
b. angka kredit pendidikan berlanjut Ayat (2);
Huruf a; Rekomendasi dari komite etik berupa surat pernyataan atau surat keterangan dari komite etik dan disiplin bahwa perawat yang bersangkutan tidak pernah melakukan pelanggaran etik dan disiplin.

Huruf b; cukup jelas

(3) SIPP hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan kesehatan.
Ayat (3); cukup jelas
Pasal 32

(1) Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus dilakukan adaptasi dan evaluasi.
Pasal 32;
Ayat (1); cukup jelas

(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.
Ayat (2); cukup jelas
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. keabsahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan STRP;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan Indonesia.

Ayat (3); cukup jelas
(4) Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
Ayat (4); cukup jelas
(5) Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diberikan SIPP oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Ayat (5); cukup jelas
Pasal 33

(1) SIPP sementara dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan yang bersifat sementara di Indonesia.
Pasal 33;

Ayat (1); cukup jelas
(2) SIPP sementara berlaku selama 1 ( satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.
Ayat (2); cukup jelas
(3) SIPP sementara dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (2) dan (3).
Ayat (3); cukup jelas
Pasal 34

(1) SIPP bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.


Ayat (1); cukup jelas
(2) Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat.
Ayat (2); cukup jelas
(3) Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Keperawatan Indonesia.
Ayat (3); yang dimaksud dengan persetujuan konsil adalah surat keterangan yang dikeluarkn oleh konsil keperawatan indonesia untuk perawat asing yang melaksanakan tugas di Indonesia.
(4) SIPP dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui program adaptasi.
Ayat (4); cukup jelas
Pasal 35

SIPP tidak berlaku karena:
a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pasal 35

Huruf a, b, c, d ; cukup jelas

Huruf e ; Pencabutan SIPP oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota karena perawat dinyatakan melanggar ketentuan administrative atau telah dinyatakan bersalah secara pidana atau perdata oleh pengadilan
Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.

Pasal 36; cukup jelas

BAB VIII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 37

Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.





Pasal 37; cukup jelas
Pasal 38

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP berwenang untuk:
a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;
b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi: intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;
c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
d. melaksanakan intervensi keperawatan seperti yang tercantum dalam pasal 4.

Pasal 38; cukup jelas
Pasal 39

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPP I berwenang untuk :
a. melakukan tindakan keperawatan dibawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP II;
b. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;

Pasal 39; cukup jelas
Pasal 40

(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.
Pasal 40;

Ayat (1); Tindakan diluar kewenangan dalam keadaan darurat yang dimaksud adalah ditujukan kepada penyelamatan jiwa pasien sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
(2) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.
Ayat(2); Tindakan diluar kewenangan dalam keadaan luar biasa/bencana yang dimaksud adalah ditujukan kepada penyelamatan jiwa pasien sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
(3) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya sebagai perawat.
Ayat (3); Perawat yang bertugas didaerah sulit terjangkau adalah dalam rangka membantu pemerintah agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau.
(4) Ketentuan mengenai daerah yang sulit terjangkau ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan tersendiri. Ayat (4); cukup jelas
Pasal 41

(1) Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (LPN). Pasal 41;
Ayat (1); Perawat professional Registegered Nurse (RN) adalah perawat generalis (Ners), perawat spesialis (Ners Sp.1) dan perawat spesialis konsultan (Ners Sp.2) yang diberikan kewenangan melakukan praktik di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri perorangan maupun berkelompok.

Perawat vokasional Lisenced Practical Nurse (LPN) adalah lulusan Diploma 3 keperawatan yang diberi kewenangan melakukan praktik di sarana pelayanan kesehatan dan berkelompok dibawah pengawasan perawat professional.
(2) LPN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN.
Ayat (2); Pengawasan yang dilakukan oleh perawat professional kepada perawat vokasional adalah dimaksudkan agar praktik keperawatan berjalan dengan aman sesuai standar profesi dan dalam rangka melindungi masyarakat memperoleh pelayanan keperawatan yang aman.
(3) Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.
Ayat (3); Pendelegasian kepada perawat yang setara kemampuan dan pengalamanya dimaksudkan agar praktik keperawatan yang diberikan berjalan dengan aman.
Pasal 42

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 42; cukup jelas
Pasal 43
Hak Klien dan atau Pasien

Klien dan atau pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38;
b. meminta pendapat perawat lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan keperawatan;
d. menolak tindakan keperawatan; dan
e. mendapatkan resume keperawatan.
Pasal 43; cukup jelas
Pasal 44
Kewajiban Klien dan atau Pasien

Klien dan atau pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Pasal 44; cukup jelas
Pasal 45
Pengungkapan Rahasia Klien dan atau Pasien

Pengungkapan rahasia klien dan atau pasien/klien dan atau pasien hanya dapat dilakukan atas dasar:
a. Persetujuan klien dan atau pasien
b. Perintah hakim pada sidang pengadilan
c. Ketentuan perundangan yang berlaku
d. Kepentingan umum Pasal 45; cukup jelas
Pasal 46
Hak Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :
a. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan atau pasien atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;
d. Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi, dedikasi yang luar biasa dan atau bertugas di daerah terpencil dan rawan;
e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya;
f. Menerima imbalan jasa profesi yang proporsional sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku.
Pasal 46; cukup jelas
Pasal 47
Kewajiban Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :
a. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar praktek keperawatan, kode etik, dan SOP serta kebutuhan klien dan atau pasien;
b. Standar profesi, standar praktek, kode etik ditetapkan oleh organisasi profesi dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga keperawatan.
c. Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
d. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum;
e. Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;
f. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
g. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam meningkatkan profesionalisme.
Pasal 47; cukup jelas
Pasal 48
Praktik Mandiri

(1) Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok.
Pasal 48;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:
a. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;
b. Memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan di luar institusi pelayanan kesehatan termasuk kunjungan rumah;
c. Memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan, formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan.
Ayat (2); cukup jelas
(3) Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
Ayat (3); cukup jelas
(4) Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri wajib memasang papan nama praktik keperawatan.
Ayat (4); cukup jelas
BAB IX
PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 49

Pemerintah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi Perawat membina, mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-masing.
Pasal 49; cukup jelas
Pasal 50

(1) Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir
Pasal 50;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian
Ayat (2); cukup jelas
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui jabatan fungsional perawat.
Ayat (2); cukup jelas
(4) Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat dan promosi.

Ayat (3); cukup jelas
Pasal 51

(1) Pemerintah, konsil dan organisasi profesi membina serta mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi profesional perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta;
Pasal 51;
Ayat (1); cukup jelas
(2) Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah;
Ayat (2); cukup jelas
(3) Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta

Ayat (3); cukup jelas
Pasal 52

Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, diarahkan untuk:
a. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
b. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat
c. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat;
d. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja. Pasal 52; cukup jelas
Pasal 53

(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPP.
Pasal 53;

Ayat (1); cukup jelas
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Ayat (2); cukup jelas
Pasal 54

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 54; cukup jelas
Pasal 55
Sanksi Administratif

(1) Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 38 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPP paling lama 1 (satu) tahun
Pasal 55

Ayat (1); cukup jelas
(2) Perawat yang dinyatakan melanggar Etik dan disiplin Profesi dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut:
a. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 6 (enam) bulan
b. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 1 (satu) tahun
c. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 3 (tiga) tahun
Ayat (2); cukup jelas
Pasal 56
Sanksi Pidana

(1). Setiap perawat yang dengan sengaja melakukan praktik keperawatan tanpa memiliki SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 56;

Ayat (2); cukup jelas
(2). Setiap perawat asing yang dengan sengaja melakukan praktek keperawatan tanpa SIPP sementara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 30 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Ayat (2); cukup jelas
(3). Setiap perawat asing yang dengan sengaja melakukan praktek keperawatan tanpa SIPP bersyarat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Ayat (3); cukup jelas
Pasal 57

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPP yang dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 57; cukup jelas
Pasal 58

Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 58; cukup jelas
Pasal 59

Perawat yang dengan sengaja:
(1). tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada pasal 45 ayat (4);
Pasal 59;
Ayat (1); cukup jelas
(2). tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf a sampai dengan huruf f
Ayat (2); cukup jelas
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Ayat (3); cukup jelas
Pasal 60

Penetapan sanksi administrasi maupun pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.
Pasal 60; cukup jelas

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 61

(1). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.




Pasal 61;
Ayat (1); cukup jelas
(2). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.
Ayat (2); cukup jelas

Pasal 62

Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Praktik Keperawatan, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.
Pasal 62; cukup jelas
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63

Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.


Pasal 63; cukup jelas
Pasal 64

Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pasal 64; cukup jelas
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal …………………

PPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal ……………….
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……………
NOMOR ………………





RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PRAKTIK KEPERAWATAN

Hari Perawat Sedunia 12 Mei UU Keperawatan, Harga Mati!

Hari Perawat Sedunia 12 Mei
UU Keperawatan, Harga Mati!
Qleh : Weni Widya Shari*

12 Mei ditetapkan sebagai hari keperawatan sedunia karena sebagai bentuk peringatan terhadap hari lahir Florence Nightingale yang merupakan pioneer dalam menetapkan pondasi keperawatan dengan menaikkan derajat perawat sebagai professional yang dihargai.
Merunut dari perjalanan 12 Mei 2008 yang lalu, yaitu dilaksanakannya Gerakan Nasional perawat untuk mensukseskan UU keperawatan dimana seluruh komponen perawat dan mahasiswa keperawatan bergerak serentak turun kejalan melakukan demontarsi ke DPR RI dan melakukan aksi simaptik dengan tidak meninggalkan pelayanan dengan tujuan pemblowupan isu tentang pentingnya UU keperawatan ke masyarakat yang pada akhirnya memberi desakan kepada DPR RI untuk segera mengesahkan RUU keperawatan.
Selintas perjalanan tersebut merupakkan suatu upaya untuk pengembangan profesi keperawatan menuju profesinya yang mapan karena mengingat pengakuan keperawatan sebagai profesi telah terjadi sebelum UU no.26 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional (sisdiknas) disyahklan, yaitu pada Januari 1983 dan tentunya untuk meningkatkan mutu kesehatan secara global dinegara ini.
Dalam perjalanan panjangnya, profesi keperawatan di Indonesia mempunyai latar belakang sejarah perkembangan yang kurang menguntungkan bila dibandingkan dengan tetangga dekatnya dalam 1 kawasan. Proses professional.keperawatan di Indonesia banyak menghadapi tantangan dan hambatan. Sampai lebih dari 20 tahun sejak profesi keperawatan dideklarasikan, keperwatan Indonesia belum sepenuhnya diterima sebagai pelayanan dan asunan keperawatan yang mandiri dan professional, padahal seyogyanya profesi ini bersifat saling membutuhkan dengan pelayanan kesehatan lainya, khususnya pelayanan asuhan medis.
Sebagai sebuah profesi tentunya keperawatan harus memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas dengan profesi lain. Hal ini untuk membedakkan ranah kerja perawat dalam memberikkan pelayanan. Akan tetapi, bagaimana kondisi yang terjadi saat ini pada profesi keperawatan ?? bagaimana perlindungan hukum yang ada untuk melindungi mereka pada saat memberikkan pelayanan ??
Selama ini, perawat hanya menjadi pelengkap dalam dunia kesehatan saja, diakui bila dibutuhkan saja. Padahal dalam pengertian dasar sekalipun keperawatan ,merupakkan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang memiliki kiat dan ilmu secara mandiri. Kebijakkan –kebijakkan pemerintah melalui perpanjangan tangannya terkadang menunjukkan kurang keberpihakannya kepada perawat. Kebijakan pemerintah yang ada sama sekali tidak mendukung terciptanya suasana yang adil dan kondusif bagi perawat. .Hal ini terlihat ketika disyahkannya D4 sebagai salah satu jenjang perawat yang telah menambah rentetan panjang masalah yang sebelumnya telah dibingungkan dengan adanya jenjang SPK, AKPER, D3, S1, S2 dalam jenjang keperawatan .
Selain itu, belum adanya payung hukum yang jelas bagi profesi keperawatan dalam memberikkan asuhan keperawatan juga membawa perawat selaku pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat selaku penerima pelayanan kesehatan dalam posisi yang membahayakkan. Padahal dalam pasal 53 (1). Dijelaskan bahwa” Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.”
Dalam kancah international perawat pun kalah bersaing dengan perawat luar negri. Hal ini diperberat lagi dengan telah ditanda tanganinya Mutual Recognicion Arrangement (MRA), di Philipines tahun 2006. Sehingga pada AFTA 2010 nanti perawat luar negri telah bebas keluar masuk Indonesia. Ada sisi yang mengkhawatirkan disini mengingat Indonesia adalah salah satu dari 3 negara di ASEAN yang belum memiliki UU keperawatan. Sehingga, posisi perawat Indonesia akan tertekan karena belum memiliki perlindungan hukum dalam memberikkan pelayanan. Bisa saja nanti Indonesia “menjadi tuan rumah di negeri sendiri”
Fakta –fakta diatas adalah realita yang terjadi dalam dunia keperawatan saat ini dan tentunya butuh solusi yang expres karena ternyata lebih dari 75 % dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes,2005). Dengan jumlahnya yang mendominasi ini otomatis akan mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan di Indonesia sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, sehingga semua hal tersebut akan teratasi dengan disyahkanya RUU keperwatan yang merupakkan sisi legalisi semua komponen baik masyarakat, tim kesehatan terutama perawat maupun pemerintah. Semua komponen ini bisa mendapatkan kemanfaatan dalam kualitas pelayanan kesehatan nantinya ketika RUU disyahkan karena notabenenya RUU keperawatan merupakkan nafas publik untuk mendapatkan pelayanan keperawatan dari perawat yang kompeten.
Oleh Karena itu, dalam peringatan hari perawat sedunia pada 12 mei 2009 ini, seluruh komponen perawat pun masih siap berteriak lantang untuk mendorong disyahkanya RUU keperawatan karena pengesahan RUU keperwatan di 2009 merupakan harga mati!





*Ketua BEM PSIK FK UNSRI 2008-2009, Kord. Tim Ad Hoc ILMIKI Wil. Sumatera
Email ; when2_ners@ymail.com/ bempsikunsri@yahoo.com

Progress Report Talkshow RUU Keperawatan Auditorium FK Unhas, Sabtu, 13 Febuari 2010

Progress Report
Talkshow RUU Keperawatan
Auditorium FK Unhas, Sabtu, 13 Febuari 2010
Oleh Weni Widya Shari

Bertempat di Auditorium Prof. Amirudin FK Unhas, Sabtu 13 Febuari 2010 tepatnya pukul 08.00 WITA diadakan Talkshow RUU Keperawatan. Acara yang dihadiri oleh 4 pembicara yaitu ibu Ledia Hanifa S.Si, MPSI. T dari anggota Komisi IX DPR RI, Harif Fadillah, S.Kp., SH., Sekretaris PPNI Pusat, Prof. Syamsu dari Ketua Komite Medik RSWS Makassar dan Weni Widya Shari yang merupakan Dirjend Kastrad ILMIKI tersebut mengangkat tema “ Satukan Langkah, Bersama Kita Kawal Pengesahan RUU Keperawatan.
Seperti biasa antusias besar dari elemen keperawatan baik dari unsur mahasiswa, perawat klinik maupun PPNI memenuhi ruangan karena kali ini pun isu RUU Keperawatan yang merupakan napas publik kembali diangkat ke permukaan dengan suasana yang berbeda. Kali ini, diskusi dikemas dalam bentuk Talkshow sehingga sesama pembicara pun bisa saling bertanya mengenai materi masing-masing dan para peserta bisa menanggapi kembali jawaban yang diberikan oleh pemateri.
Dalam pemaparannya, bu Ledia, selaku pembicara pertama menyampaikan bahwa respon proses legislasi RUU Keperawatan ini melalui komunikasi & negosiasi yang saling menghormati dilandasi prinsip kesetaraan serta mengedepankan tujuan bersama membangun sektor kesehatan di Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa proses legislasi ini bukan perkara yang mudah, perlu deretan panjang. Setelah masuk pun bukan tidak mungkin RUU ini akan dimasukkan dalam UU Tenaga kesehatan karena hal ini akan menjadi pembahasan bersama, apalagi nanti akan timbul asumsi kalau RUU Keperawatan disyahkan menjadi UU maka akan ditakutkan tenaga kesehatan lain seperti bidan, apoteker, ahli gizi dan sebagainya akan meminta adanya UU juga karena mereka kan tenaga kesehatan juga. Akan lebih baiknya kalau semuanya diatur di UU tenaga Kesehatan, (Loh bu bukannya 75% pelayanan kesehatan itu dilakukan oleh perawat???) Pernyataan ini secara tidak langsung menganggap bahwa RUU keperawatan ini hanya merupakan kepentingan perawat saja. Padahal sudah jelas dasar filosofis, yuridis, sosiologis, dan teknis keperawatannya bahwa RUU Keperawatan ini salah satunya mengatur mengenai peningkatan kompetensi perawat yang diadakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang dalam hal ini sasarannya adalah masyarakat langsung selaku pasien serta diadakannya uji kompetensi untuk meningkatkan pelayanan sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan dari perawat yang kompeten yang akhirnya masyarakat akan terlindungi. Pernyataan ini pun dibantah oleh pak harif selaku pembicara kedua. Beliau mengatakan bahwa jangan khawatir jika UU Keperawatan disyahkan akan memicu tenaga kesehatan lain untuk meminta UU juga karena didunia manapun hanya Kedokteran, Kedokteran Gigi, Farmasi dan Keperawatan yang memiliki UU.
Selanjutnya materi ke 2 disampaikan oleh pak Harif Fadhillah selaku sekretaris PPNI Pusat. Beliau menyampaikan mengenai Urgensi UU Keperawatan di Indonesia. Dalam pemaparannya beliau menyampaikan bahwa setidaknya ada 4 manfaat dari disyahkannya RUU Keperawatan menjadi UU yaitu, memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi tenaga perawat yang bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan keperawatan, memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan keperawatan, meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan dan mutu pelayanan keperawatan, serta mempercepat keberhasilan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Beliau menyampaikan bahwa kita perawat harus bisa berbenah diri karena kebijakan belum memihak kepada perawat, termasuk standar profesi yang tidak mau ditandatangani oleh depkes, padahal keperawatan merupakan sebuah profesi. Kita akui bahwa perawat belum menjalankan tugas secara professional, tapi sebenarnya harus matching dengan kondisi yang ada. Bagaimana askep professional itu bisa dijalankan dengan system yang baik yang mendukung penerapannya. Perawat yang bekerja ini belum terlindungi, jadi ibarat masih terjun bebas.
Suasana talkshow mulai panas ketika dibuka sesi Tanya jawab oleh host acara, Andi Baso Tombong yang merupakan mantan sekjen ILMIKI periode 2007-2009. Pertanyaan pertama diawali oleh salah satu mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadyah Makasar yang ditujukan kepada komisi IX. Beliau mempertanyakan penegasan mengenai satu saja alasan mengapa sampai saat ini RUU Keperawatan belum disyahkan dan juga beliau menyampaikan beberapa fenomena yang terjadi di salah satu Rumah sakit swasta yang ada di Makasar, dimana beberapa mahasiswa perawat yang praktek di RS tersebut dijadikan cleaning service, apakah ini dampak dari belum disyahkannya UU atau seperti apa??? Dalam hal ini, Bu Ledia menjawab bahwa sebenarnya gampang jawabannya, alasannya ya karena di lihat di badan legislasi tingkat kedaruratannya lebih rendah dibanding UU yang lain. RUU itu ada yang sampai beberapa tahun pembahasannya tergantung juga pengkawalannya. Jawaban ini sungguh mengecewakan bagi profesi perawat, mau dilihat dari sudut mana lagi yang menyatakan bahwa UU Keperawatan belum urgen untuk disyahkan saat ini. Bukankah Komisi IX memiliki draft RUU Keperawatan? Lantas untuk apa ditandatanganinya MRA di Cebu Filiphina pada 8 Desember 2006 lalu? Apakah perawat akan dibiarkan bekerja tanpa perlindungan hukum lagi? Sebenarnya pengesahan UU Keperawatan ini merupakan solusi yang ditawarkan pemerintah, ketika mereka berani menjual profesi kita. Peserta talkshow juga bertanya apa yang dilakukan oleh komisi IX terkait telah dilaksanakannya AFTA bahkan sekarang sudah menjadi ACFTA karena Cina sudah bergabung. Beliau hanya bisa menyampaikan bahwa sebenarnya AFTA itu sudah lama tapi impactnya ini belum kita antisipasi. Lagi – lagi jawaban ini mengindikasikan bahwa perawat telah dijadikan hewan percobaan dan telah terjadi distorsi yang lebar dengan profesi lain karena tidak diimbangi dengan kebijakan memihak. ()
Talkshow dilanjutkan dengan pemateri ke 3 Prof. Syamsu dari Ketua Komite Medik RSWS Makassar yang menyampaikan materi mengenai Perawat Sebagai Kolaborator Layanan Kesehatan. Sebelumnya ditayangkan video mengenai profesionalisme perawat yang dihargai dan diakui sebagai profesi. Dalam kesempatannya beliau menyampaikan bahwa Keperawatan tidak berkembang karena mereka tidak punya kemampuan dan eksistensi sehingga perawat harus percaya diri agar setara dengan dokter, bikin PPNI berdiri. Secara tidak langsung beliau mendukung adanya UU keperawatan kalau memang untuk profesionalisme perawat dan kebaikan derajat kesehatan. Beliau juga memaparkan Bagaimana anggota IDI menyikapi RUU Keperawatan, sebagian besar dokter menolak hal ini sehingga kita harus mendekati dokter karena mereka juga ada yang berbeda pendapat bahkan kadang-kadang sesama dokter itu juga sering tidak akur karena kompetisi rezeki (pernyataan beliau ni, ^^).

Suasana mulai terbakar kembali saat ditayangkannya salah satu video aksi mahasiswa saat 12 Mei 2009 lalu yang mengantar pemateri ke-4 Weni Widya Shari, Dirjend Kastrad ILMIKI menyampaikan materi mengenai Mahasiswa dan RUU Keperawatan. Seolah kembali ke masa lalu peserta talkshow teringat kembali mengenai perjuangan yang sudah mereka tempuh saat 12 Mei 2009 lalu untuk penggolan RUU. Miris kiranya, para pemangku kebijakan seolah menutup mata dan telinga terhadap dedikasi profesi ini. Beliau mengawali materi dengan mengapa mahasiswa harus ikut serta dalam pengkawalan RUU Keperawatan dengan merujuk kembali 3 fungsi mahasiswa yaitu sebagai agent of change, social control, dan iron stock. Beliau memandang bahwa Gerakan mahasiswa itu lahir dari kondisi yang dihadapi masyarakat yang dipandang tidak sesuai dengan cita-cita negara dan harapan masyarakat, itulah kenapa kita mesti mengkawal penggolan UU keperawatan ini karena sebenarnya Negara ini bukan milik segelintir orang dan pemangku kebijakan serta kita menginginkan cita-cita negara untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya tercapai, sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan harus memihak kepada rakyat. Kenyataanya saat ini, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan masih merupakan kepentingan segelintir orang dan belum memihak kepada masyarakat yaitu masih diplomatisnya respon kaum elitis dalam menyikapi RUU Keperawatan. Padahal dalam hakekat RUU Keperawatan akan membangun system keperawatan secara utuh, sehingga pelayanan berkualitas pada Masyarakat, perawat kompeten untuk pelayanan yang aman, bertanggunggugat dan bertanggungjawab, kejelasan perlindungan, serta mengatur hak dan kewajiban. Gerakan mahasiswa idealnya akan merespon berbagai situasi dan kondisi tersebut atas dasar kesadaran moral, tanggung jawab intelektual dan pengabdian social. Situasi global sering menjadi pemicu dan mematangkan kekuatan mahasiswa. Disela penyampainnya Weni mengajukan pertanyaan kepada Komisi IX, pertanyaan yang menggelitik seperti yang dibahas diawal tadi. Beliau bertanya mengapa UU Praktik kedokteran lahir lebih awal dari UU Keperawatan ? padahal MRA kedokteran baru di tandatangani pada 26 februari 2009, sedangkan MRA in nurses ditangdatangani pada 8 desember 2006, dengan beda 3 tahun kenapa RUU kita belum juga disahkan?? Jangan-jangan terjadi Liberalisasi Perawat rekan-rekan ???? Spontan peserta talkshow bersorak mengekspresikan kekesalannya. Lagi-lagi jawaban Komisi IX diplomatis, bahwa ini dinillai dari tingkat kedaruratannya serta pengkawalannya (wah bu,jangan-jangan bukan karena pengkawalannya ni tapi karena kurang tebal duit anggarannya??? ) Untuk memberi solusi ini Weni menyampaikan gambaran advokasi terpadu yang bisa dijadikan acuan mahasiswa keperawatan nasional dalam bergerak dan mengadvokasi isu -isu. Pemaparan terakhir. Weni menyampaikan bahwa suatu cita – cita besar dan mulia dalam dunia keperawatan tidak akan pernah terwujud tanpa sebuah komitmen dari diri kita sendiri serta pemahaman terhadap apa yang kita cita-citakan tersebut. Oleh karena itu, jangan pernah melangkah tanpa sebuah pemahaman, dan untuk itu juga juga mari komitmen kan bersama dari diri kita akan urgensi dari RUU keperawatan itu sendiri, baik bagi profesi, masyarakat maupun kita sendiri, sehingga kita mampu melahirkan kekuatan yang besar dengan satu komitmen untuk melangkah bersama dalam penggolan RUU Keperawatan.

Pertanyaan banyak muncul dari peserta talkshow sampai akhirnya host harus mentertibkan peserta yang bertanya. Ditengah acara, Bu Ledia menyampaikan permohonan maaf tidak bisa mengikuti acara sampai selesai sehingga memicu beberapa peserta untuk meminta beliau masih tetap ada ditempat sampai acara tanya jawab berakhir. Inilah guna kami mengundang ibu jauh-jauh ke Makasar, untuk mengadvokasi permasalahan kami, ungkap salah satu peserta dengan antusiasnya. Akhirnya bu Ledia menyanggupi hal tersebut. Banyak para peserta bertanya mengenai masukan-masukan komisi IX untuk mengkawal RUU Keperawatan. Beliau menjawab bahwa ketika kita dikatakan kelompok penekan maka harus melakukan pengkawalan, kita harus mengetahui peta proses RUU Keperawatan, Kita harus menguatkan argumentasi kita dan mengintip lawan main kita itu seperti apa, membaca yang setuju, tidak setuju dan kurang setuju. Manfaatkan pemasifan isu di media massa. Ketika ditanya apakah dari hati ibu yang paling dalam mendukung adanya UU Keperawatan, dengan senyum singkat beliau menjawab bahwa” kalau saya tidak mendukung, saya tidak akan ada di ruangan ini” (semoga)
Diakhir acara dilakukan pembacaan pernyataan sikap dari rekan – rekan mahasiswa makasar untuk dititipkan ke komisi IX sebagai oleh –oleh aspirasi profesi.
Lagi, kawan-kawan kita mesti menguatkan pancang kaki, melantangkan suara kita, menegaskan bahasa tubuh kita untuk mempressure dan melakukan pengkawalan penggolan RUU Keperawatan di tahun ini, karena sepertinya para pengambil kebijakan dan masyarakat belum mengetahui urgensi UU Keperawatan ini. Mereka masih mengganggap ini kepentingan sepihak dari profesi keperawatan. Semoga kedepan definisi keperawatan yang merupakan bagian integral pelayanan kesehatan dapat kita rasakan dan diakui aplikasinya sebagai profesi, bukan hanya sekedar tersimpan dalam lembaran –lembaran UU Kesehatan No.23 tahun 1992. Semoga !!! Bangkitlah Semua!!!

(oleh Weni Widya Shari, Dirjend Kastrad ILMIKI Periode 2009-2011)

Perjuangan Kita Belum Usai, Kawan !

Perjuangan Kita Belum Usai, Kawan !

Pertanyaan-pertanyaan besar serta kekecewaan mengiringi perjalanan pulang mahasiswa keperawatan se-Indonesia menuju FIK UI, setelah beberapa menit sebelumnya berkoar-koar dan berjemur ditengah terik matahari dalam aksi nasional 18 Agustus 2009 untuk memperjuangkan nilai sebuah profesi. Kekecewaan tersebut dirasakan karena tidak satupun anggota dewan yang keluar menemui peserta aKsi serta ditunda-tundanya jadwal audiensi fraksi-fraksi. Inilah kiranya wajah buram demokrasi saat ini, sehingga bukan lagi suara rakyat yang didengar melainkan suara para pemangku kepentingan.

Namun, kekecewaan itu ternyata tidak menyurutkan langkah rekan-rekan keperawatan untuk mengikuti agenda berikutnya yaitu diskusi bersama ketua PPNI, Prof. Achir Yani S Hamid, M.N., D. N. Sc.. Acara yang dimulai pukul 13.15 WIB tersebut diawali dengan ucapan selamat dan terimakasih dari Prof. Yani kepada seluruh peserta aksi nasional atas kontribusinya dalam memperjuangkan UU Keperawatan. Walaupun targetan maksimal belum tercapai, namun setidaknya aksi ini bisa menyenggol mindset berpikir anggota dewan untuk melirik kembali RUU Keperawatan, karena pada saat aksi berlangsung, Mensesneg, Hatta Rajasa mendapatkan teguran dari Presiden RI, SBY mengenai aksi yang dilakukan oleh mahasiswa keperawatan tesebut. Sehingga Hatta Rajasa menelpon Prof. Yani untuk menanyakan sejauh mana perkembangan RUU Keperawatan . Ini merupakan sebuah langkah baik bahwa aksi tadi digubris. Selanjutnya, diskusi yang dimoderatori oleh Ade Martiwi (UI), Sekjen ILMIKI tersebut di awali dengan pertanyaan oleh Kastrad ILMIKI, Weni Widya Shari (UNSRI) yang sekaligus berperan sebagai Kordinator Aksi mengenai mengapa pembatalan aksi mogok nasional tidak dipublikasikan sehingga menimbulkan prasangka dalam pandangan mahasiswa kalau dibatalkannya aksi mogok tersebut dikarenakan terdapat surat edaran dari DEPKES yang isinya akan memberikan sanksi profesi maupun administrasi kepada siapa saja yang bekerja sebagai PNS. Hal ini akhirnya diklarifikasi oleh ketua PPNI bahwa alasan dibatalkannya mogok nasional karena sudah ada kemajuan yang berarti dari RUU Keperawatan pada saat itu. Selanjutnya serentetan pertanyaan juga muncul dari rekan-rekan universitas lan diantaranya UNHAS, UNDIP, UIT yang menanyakan sejauh mana progress report UU Keperawatan.

Diakhir perbincangannya Prof. Yani juga menjelaskan bahwa jika sampai akhir bulan September pemerintah belum mensyahkan RUU Keperawatan maka akan diambil tindakan tegas yaitu dilakukannya mogok nasional yang prosedurnya nanti akan dikirim ke instansi, keseluruh profesi keperawatn se-Indonesia. Diskusi berakhir pukul 14.00 WIB.
(Kastrad’91 ILMIKI, Wn & Jy)

PERGERAKAN MAHASISWA KEPERAWATAN PALEMBANG DALAM MENGKAWAL PENGGOLAN RUU KEPERAWATAN 2009

MENGAPA MAHASISWA HARUS TURUT BERGERAK DALAM PENGKAWALAN PENGGOLAN RUU KEPERAWATAN 2009 ???

Bila kita lihat selintas akan kepentingan dari RUU Keperawatan, mungkin belum saatnya mahasiswa turut menyuarakan suara lantang akan keinginan penggolan RUU Keperawatan karena kebanyakan substansi isi dari RUU Keperawatan hanya ditujukan untuk melindungi profesi . Apalagi saat ini RUU Keperawatan sudah masuk sepenuhnya ke wilayah politik yang sangat rentan terhadap posisi mahasiswa sebagai sosok yang netralitas sehingga secara tidak langsung RUU Keperawatan telah menggiring mahasiswa untuk memainkan politik praktis. Selain itu, kuantitas massa mahasiswa yang besar di masyarakat merupakan investasi yang menjanjikan bagi para caleg menjelang pemilu ini, sehingga mereka berlomba-lomba memasang pelet yang paling ampuh untuk menarik dukungan dari para mahasiswa dan salah satunya dengan menjadikan RUU Keperawatan sebagai kendaraan politiknya menuju kursi legislative. Tentu saja ini akan dijadikan semacam placebo bagi mahasiswa yang belum memiliki kemantapan moral intelektual( baca: idealis )
Akan tetapi, alasan-alasan tersebut bukanlah hal yang tepat untuk kita angkat kepermukaan, apalagi harus diam dalam melakukan pengkawalan penggolan RUU Keperawatan 2009 ini karena itu hanyalah pemantik keraguan dalam pergerakan. Dan seyogyanya, RUU Keperawatan inipun akan bersinggungan dengan system pendidikan yang saat ini kita enyam.Disini kita akan memainkan peranan kita sebagai social control dan berkelibat dalam politik akademis. Mahasiswa dengan fleksibilitas bergerak yang tinggi, mampu menembus benteng elit pemerintahan serta masuk dalam ruang segala arah dengan tetap berdampingan mesra dengan rakyat. Ada Beberapa alasan yang mengharuskan kita untuk tetap melakukan pengkawalan penggolan RUU Keperawatan bila kita tinjau dari peranan mahasiswa yaitu:
1. Mahasiswa punya peran sebagai iron stock, dimana dengan kompetensinya, mahasiswalah yang akan melanjutkan tugas pelayanan profesi keperawatan
2. Agent of Change. Dengan visinya dalam koridor moral intelektual, mahasiswa punya peran untuk membawa perubahan bagi profesi kearah yang lebih baik. Mahasiswa siap menjadi apa saja untuk memperjuangkan suatu tatanan kehidupan yang ideal.
3. Social control. Dengan posisi netralitasnya serta nilai yang dianutnya, mahasiswa mampu menerobos benteng elit trias pemerintahan dalam mengkritisi kebijakan-ebijakan yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat.

Ketiga hal tersebut hanyalah beberapa alasan saja yang dikerucutkan, karena masih banyak alasan-alasan lain yang menjawab mengapa mahasiswa harus turut bergerak dalam pengkawalan pengesahan RUU Keperawatan 2009.


PERJALANAN PERJUANGAN RUU KEPERAWATAN 2009 DI PALEMBANG PASCA AKSI 12 MEI 2008

14 Desember 2009

BEM PSIK FK UNSRI mengadakan silaturahmi dengan mahasiswa keperawatan se kota Palembang (S1 danD3 ). Agenda yang diangkat sebenarnya adalah hanya untuk menjalin silaturahmi dan menyamakan visi unuk bersama merapatkan barisan dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan keprawatan.Akan tetapi dalam prosesnya diselipkan juga agenda untuk mensosialisasikan hasil Pernyataan Sikap Rekan-Rekan Mahasiswa keperawatan se-Indonesia dalam hal ini ILMIKI mengenai RUU KEPERAWATAN , sehingga diadakan juga Pengopinian kembali RUU Keperawatan di mahasiswa se-kota Palembang. Semua mahasiswa menyambut baik dan disepakati untuk mengadakan pertemuan lebih lanjut terkait penyikapan RUU Keperawatan. Disepakati untuk bertemu kembali di Stikes Siti Khadijah Palembang pada tanggal 21 Desember 2008.

21 Desember 2008

Pada hari ini kita mengundang salah satu mantan ketua PPNI Kuwait, Bapak Siswanto, Amd. Kep, Spd yang kebetulan pada saat itu sedang ada kunjungan ke Palembang untuk menjadi pembicara seminar yang diadakan oleh PPNI KOTA PALEMBANG. Beliau kita minta untuk berbagi pengalaman kondisi perawat diluar negri serta gambaran sedikit mengenai RUU Keperawatan. Hal ini kita maksudkan untuk memantik kembali semangat rekan-rekan mahasiswa yang sempat redup dalam pengkawalan pengesahan RUU Keperawatan.
Dalam pertemuan ini terbentuk FORMAKEP SUMSEL (Forum Mahasiswa Keperawatan Sumsel ) sebagai bentuk keseriusan dalam memperjuangkan RUU Keperawatan, karena Formakep ini diarahkan hanya untuk advokasi RUU Keperawatan SUMSEL. Disini juga kita menghasilkan Pressrelease pertama berupa tuntutan terhadap PPNI Kota Palembang dan PPNI sumsel untuk terus melakukan pergerakan dalam pengesahan RUU Keperawatan. Pressrelease ini disepakati akan disampaikan dalam Muskot PPNI Kota Palembang pada tanggal 31 Januari 2009. Selain itu rekan-rekan FORMAKEP SUMSEL sepakat untuk mengadakan Diskusi Publik RUU KEPERAWATAN pada bulan Febuari 2009 sebagai langkah konkrit perjuangan RUU Keperawatan.

23 Desember 2008 – 30 Januari 2009

Disebarkannya Pressrelease RUU KEperawatan kepada Rekan-rekan Keperawatn se-Indonesia serta sosialisasi acara Diskusi Publik RUU Keperawatan regional Sumatra serta mengajukan permohonan kepada PPNI kota untuk menjadi peserta dalam Muskot PPNI kota Palembang. Saat itu rekan-rekan FORMAKEP SUMSEL agak kesulitan untuk masuk ke Muskot karena sebelumnya pergerakan antara PPNI dan Mahasiswa terpisah. Akantetapi, akhirnya disepakati mahasiswa untuk menjadi peserta peninjau walaupun yang di undang adalah rekan-rekan keperawatan S1 saja.

31 Januari 2009

Disampaikannya pressrelease ke PPNI pada Muskot PPNI Kota Palembang. Rekan-rekan FORMAKEP yang berhasil masuk hanya 4 orang yaitu Weni Widya Shari ( PSIK FK UNSRI ), Adi Saputra ( Stikes Siti Khadijah ), Andrian ( Stikes Bina Husada), dan Ari Andrika ( Stikes Muhammadyah ). Akan tetapi ada beberapa rekan PSIK F UNSRI yang dilibatkan dalam kepanitiaan. Pada saat itu pressrelease disampaikan sebelum dimulainya acara dan langsung ditindaklanjuti oleh Ketua PPNI SUMSEL, pak A. Djauhari, MM. Beliau berjanji akan menndaklanjuti.

11 Febuari 2009

Audiensi dengan gubernur untuk kegiatan Diskusi Publik RUU Keperawatan + wawancara dengan media terkait isu RUU keperawatan. Media yang hadir adalah TVRI, Antara, Sumeks.com, Transparan

18 Febuari 2009

Konfrensi pers mengenai RUU Keperawatan dengan perwakilan mahasiswa Weni Widya Shari, Ketua BEM PSIK FK UNSRI dan BAPAK a. Djauhari, MM., Ketua PPNI SUMSEL
Media yang meliput yaitu TVRI, Sindo, Sripo, Smart FM, Antara.

19 Febuari 2009

Salah satu mahasiswa yaitu Weni widya Shari (Ketua BEM PSIK FK UNSRI ) diwawancarai live via telpon oleh Smart FM mengenai pergerakan mahasiswa terkait isu RUU Keperawatan. Saat itu radio mengatakan bahwa RUU Keperaatan menggaung kembali Di Sumsel dan hasil wawancara ini masuk ke agenda khusus Smart Fm. Hal ini mengoptimiskan kembali rekan-rekan di Palembang untuk melanjutkan perjuangan.

21 Febuari 2009


Ketua pelaksana Diskusi publik, Riska Wahyuni diwawancarai via telpon oleh salah satu radio pememerintah di Palembang 22 Febuari 2009.
Diadakan kembali pertemuan dengan rekan-rekan FORMAKEP SUMSEL untuk membahas strategi Diskusi Publik 22 Febuari 2009. Disini dihasilkan kembali Pressrelease Ke-2 yang mengatasnamakan rekan-rekan mahasiswa Se-Sumatra serta PPNI untuk bersama menuntut pemerintah dalam penggolan RUU Keperawatan 2009. Pressrelease akan dibacakan saat Diskusi Publik.

22 Febuari 2009

Diskusi Publik RUU Keperawatan Regianonl Sumatra serta dibacakannya Pressrelease / Pernyataan Sikap dari mahasiswa Se-Sumatra dan PPNI di depan forum diskusi publik.Disini juga dilakukan serah terima Pernyataan sikap ke anggota DPR RI yang hadir Sebagai pembicara yaitu bapak Mustafa Kamal, SS . Dari fraksi PKS. Beliau berjanji akan mrembawanya ke Baleg RI.
Ketua BEM PSIK FK UNSRI, Weni Widya Shari
Serta ketua pelaksana, Riska Wahyuni dwawancarai via telpon oleh salah satu radio pemerintah di kota Palembang mengenai Diskusi Publik dan RUU Keperwatan.

1 Maret 2009

Pengiriman Pernyataan sikap kerekan2 se Indonesia

7 Maret 2009

PPNI kota Palembang mengadakan silaturahmi perawat se-kota Palembang dan disini RUU Keperawatan kembali diangkat
TVRI mewawancarai Ketua BEM PSIK FK UNSRI, mengenai perkembangan RUU Keperawatan saat ini.

12 Mei 2009
Longmarch jalan santai PPNI Kota Palembang, PPNI Provinsi dan mahasiswa keperawatan dengan pembagian pamphlet RUU Keperawatan, pamphlet pencegahan flu burung.

8 Juni 2009
Aksi Simpatik 2 PPNI kota dan provinsi di gedung DPRD Provinsi Sumsel serta mahasiswa, pengeluaran statement aksi mogok nasional jika tidak segera disyahkan RUU Keperawatan menjadi UU Keperawatan dengan korlap mahasiswa dan pembacaan pernyataan sikap dari mahasiswa PSIK UNSRI.

18 Agustus 2009
Aksi Nasional Mahasiswa Keperawatan di Gedung DPR RI Jakarta


12 Oktober 2010
Aksi di DPR RI, PPNI, ILMIKI dan beberapa perwakilan pusat untuk membatalkan penyingkiran RUU Keperawatan oleh RUU Tenaga Kesehatan

TUNGGU KABAR PERJUANGAN SELANJUTNYA !!!!
Rekan-rekan mahasiswa keperawatan yang di banggakan !
Bila benar bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya, bila benar setiap perubahan membutuhkan perjuangan yang keras, bila benar pekerjaan yang besar dalam sejarah hanya dapat diselesaikan oleh mereka yang memiliki naluri kepahlawanan dan bila benar tantangan-tantangan yang besar dalam sejarah hanya dapat dijawab oleh mereka yang memilki naluri kepahlawanan. Maka kami mengetuk jiwa-jiwa itu untuk bergabung dalam barisan perjuangan kami untuk menuntut setiap hak-hak yang tertutupi….Mari rapatkan barisan untuk mengkawal penggolan RUU Keperawatan 2009 !
HIDUP MAHASISWA !
HIDUP KEPERAWATAN !
HIDUP RAKYAT INDONESIA !

naskah akademi ruu kep BARU-1

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan masalah kesehatan.

Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan no 23 tahun 1992. Praktik keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui registrasi, seritifikasi, akreditasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya. Tenaga keperawatan juga memiliki karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran hukum yaitu diperkenannya melakukan intervensi keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.

Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Enam puluh persen tenaga kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak pertama dengan sistem klien.

Keperawatan sebagai profesi mempersyaratkan pelayanan keperawatan diberikan secara professional oleh perawat/ners dengan kompetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik dan moral, sehingga masyarakat terlindungi karena menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi juga memiliki body of knowledge yang jelas berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi, memiliki standard dan etika profesi, akontabilitas, otonomi, dan kesejawatan (Leddy & Pepper, 1993). Perawat juga diharuskan akuntabel terhadap praktik keperawatan yang berarti dapat memberikan pembenaran terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat secara hukum apabila tidak melakukan praktik keperawatan sesuai dengan standar profesi, kaidah etik dan moral.

Proses Keperawatan adalah suatu entitas ilmiah dan humanistik (laddy & papper, 1993) melandasi suatu standard asuhan dan dilaksanakan berdasarkan keyakinan terhadap paradigma keperawatan. Sistematika proses keperawatan menjadi pola pikir dan tindakan perawat yang terdiri dari pengkajian (assesment), perencanaan (termasuk kriteria keberhasilan), implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan ini telah hampir diterapkan diseluruh pelayanan kesehatan di Indonesia dengan penyesuaian dengan kondisi setempat.

Melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, seringkali diidentikkan dengan kegagalan upaya kesehatan padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai displin ilmu keperawatan. Untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan dan asuhan keperawatan serta perawat sebagai pemberi pelayanan dan asuhan keperawatan, maka diperlukan ketetapan hukum yang mengatur praktik keperawatan. Hanya perawat yang memenuhi persyaratan saja yang akan mendapatkan lisensi/ijin melakukan pratik keperawatan. Untuk itu diperlukan Undang Undang Praktik Keperawatan yang mengatur keberfungsian Badan Regulatori atau Konsil Keperawatan untuk melindungi masyarakat.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatangani kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement), dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk mengatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-negara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan. Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum memiliki undang-undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan (Regulatory Body) merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yag besar. Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap mutu dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa pelayanan keperawatan.

Secara garis besar hal-hal substansial yang dimuat dan ditampung dalam Rancangan Undang-Undang Praktik Keperawatan ini antara lain menyangkut; (a). Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan; (b). Pengaturan ijin praktik kaitannya dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi; (c). Akreditasi tempat praktik dan orang-orang yang bertangung jawab terhadap praktik; (d).Pengaturan tentang keterkaitan antara praktik dengan penelitian; (e). Pengaturan penetapan kebijakan yang sekarang ini ada pada departemen kesehatan; (f). Ketatalaksanaan hubungan antara pasien dengan perawat; (g). Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi; (h). pemberian sanksi disiplin

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud kegiatan ini adalah dalam rangka penyusunan naskah akademis sebagai bahan masukan untuk substansi materi muatan praktik keperawatan.

Penyusunan Naskah Akademik ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang keperawatan secara umum, mencakup pengertian dasar, ilmu keperawatan, bentuk praktik keperawatan, masalah terkait dengan keperawatan, landasan penyusunan Undang Undang Praktik Keperawatan, dan pokok-pokok materi muatan dalam pengaturan praktik keperawatan. Diharapkan, Naskah Akademik ini dapat memberikan penjelasan terutama tentang apa dan mengapa Undang Undang Praktik Keperawatan amat mendesak untuk diterbitkan.

C. METODE PENDEKATAN

Metode pendekatan yang diterapkan dalam penyusunan naskah akademis ini melalui;
a. Pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memperhatikan norma-norma atau nilai-nilai yang ada dan berkembang dimasyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis;
b. Pendekatan komparatif yaitu membandingkan peraturan yang ada dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat ditingkat nasional maupun internasional.
c. Studi kepustakaan yaitu menelaah bahan-bahan baik berupa perundang-undangan, hasil pengkajian, hasil-hasil penelitian dan referensi lain yang relevan.
d. Diskusi dengan para pakar dibidangnya.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Penyusunan naskah akademis ini memuat latar belakang yang menggambarkan situasi dan kondisi sehingga perlu dibentuk undang-undang tentang Praktik Keperawatan. Kemudian dikemukakan alasan-alasan ditinjau dari segi filosofis, historis, yuridis, sosiologis dan tehnis keperawatan. Selanjutnya pokok-pokok materi muatan dalam praktik keperawatan menyangkut, penjelsan umum, pengertian, asas dan tujuan, lingkup praktik, pendidikan dan pelatihan,konsil keperawatan, registrasi tenaga keperawatan, penyelenggaraan praktik keperawatan, konsil keperawatan , pengawasan dan pembinaan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.




BAB II
GAMBARAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

A. UMUM
Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien (pasien) karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).

Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk pelayanan keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care (Orem), Teori 14 kebutuhan dasar/model konseptual Komplementer-Suplementer (Henderson), Care-Cure, and Core (Lydia Hall), Teori Sikap dan Perilaku Caring (Jane Watson), Teori Sistem Perilaku (Johnson), Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya (Leininger), Perilaku Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa fokus pelayanan keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai sistem yang pada dasarnya memiliki potensi untuk berubah dan berkembang dalam rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta perlu untuk di bimbing dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua teori ini adalah hubungan perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi landasan terwujudnya kesetaraan professional diantara keduanya yang saling membutuhkan. Teori-teori inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan berbeda dengan profesi kesehatan lain (Nurrachmah, 2004).

Keperawatan di Indonesia perkembangannya masih belum menggembirakan dibanding dengan negara-negara maju. Faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor historikal, struktural maupun fungsional. Dengan banyaknya perubahan yang terjadi pada era globalisasi dimana perkembangan tehnologi informasi membuat tidak ada batas antar negara, telah memungkinkan arah perkembangan keperawatan di Indonesia sejalan dengan arah perkembangan keperawatan di negara maju. Walaupun sebenarnya keterlambatan perkembangan keperawatan di Indonesia lebih banyak dikarenakan faktor ekesternal profesi.


B. SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI KEPERAWATAN

Perkembangan keperawatan di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan keperawatan global. Dalam sejarah Islam pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, walaupun tidak banyak catatan telah dikenal dengan nama Siti Rufaidah yang dianggap sebagai perawat pertama didunia dan banyak terlibat dalam melayani orang sakit. Selain itu di Inggris juga dikenal dengan nama Florence Nightingale yang terkenal dalam Perang Kremlin dengan mengabdikan dirinya untuk kepentingan orang sakit khususnya para prajurit yang terluka.

Di Indonesia dalam sejarah perkembangan tercatat telah lama ada yaitu diberikan oleh orang yang telah di didik untuk merawat orang sakit. Beberapa catatan mengemukakan sebelum kemerdekaaan tahun 1945 bahwa pendidikan perawat telah di mulai sejak tahun 1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Sejak saat itu dikembangkan berbagai pendidikan kekhususan paramedis diantaranya pendidikan untuk menjadi mantri cacar, tenaga perawat berijazah eropa, tenaga perawat berijazah Hindia-Belanda dan pendidikan mantri malaria. Pendidikan mantri cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun 1820 dengan lama pendidikan 6-12 bulan, termasuk praktik lapangan 6 bulan. Perawat berijazah eropa adalah dimulai dengan pendidikan dasar MULO dan lama pendidikan 3 tahun dimana lulusannya mendapatkan fasilitas dan penghargaan lebih tinggi dibanding tenaga lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah Hindia-Belanda sering disebut dengan mantri jururawat adalah perawat dengan lama pendidikan 4 tahun yang menghasilakn dua jenis tenaga perawat yaitu perawat umum dan perawat jiwa yang dimulai sejak tahun 1915. Adapun mantri malaria merupakan tenaga perawat yang hanya berupa kursus selama satu setengah tahun, yang hanya diadakan 2 kali yaitu tahun 1926 dan 1927.

Keterlibatan juru rawat dalam medan perang sangat aktif, keperawatan di interpretasikan dalam aspek yang sangat luas. Mereka melakukan berbagai kegiatan mulai mengangkat korban, mengobati, memindahkan ketempat yang lebih aman sampai dengan memakamkan bagi korban yang meninggal. Perawat melakukan kegiatan berdasarkan pada prosedur kemanusiaan.

Keperawatan setelah kemerdekaan sampai dengan tahun 1965 tidak banyak mengalami kemajuan. Pada tahun 1953 dibuka Sekolah Pengatur Rawat (SPR) dengan latar belakang sekolah menengah pertama dan lama pendidikan 3 tahun yang dibuka di 3 wilayah yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya. Tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan latar belakang pendidikan dasar (Sekolah Rakyat) ditambah satu tahun. Pada masa ini nampak bahwa perkembangan keperawatan masih sangat tertinggal sehingga pada tahun 1960-an dikenal berbagai jenis tenaga perawat sampai lebih dari 20 jenis. Pendidikan keperawatan berbasis rumah sakit lebih ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan rumah sakit setempat, mereka bekerja dibawah supervisi tenaga kesehatan lainya. Karena landasan keilmuan yang kurang kokoh maka pelayanan yang diberikan lebih bersifat suplementer dan menjadi tenaga yang kurang akontabel. Situasi tersebut mendorong Departemen Kesehatan mengembangkan pendidikan keperawatan yang lebih sesuai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dengan didirikannya Akademi Keperawatan di lingkungan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta pada tahun 1962 (yang dikenal dengan CBZ) dengan latar belakang pendidikan sekolah menengah atas di tambah dengan pendidikan keperawatan 3 tahun.

Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional Indonesia sebagai wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai menyadari pentingnya organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan. Pada tahun 1983 merupakan periode kebangkitan, dimana pada Lokakarya Nasional Keperawatan disepakati bahwa keperawatan adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi.

Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang merupakan pendidikan tinggi keperawatan Strata satu pertama di Indonesia. Perkembangan ini diikuti pula dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi penting setelah Peraturan pemerintah no.32 tahun 1996 telah menjabarkan keberadaan profesi keperawatan sebagai satu dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia. Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga keperawatan yang ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan Sarjana Keperawatan (Ners).

Pada tahun 1996 Program Studi Ilmu Keperawatan (jenjang S1/Ners) didirikan dibeberapa Perguruan Tinggi Negeri antara lain UGM (Yogyakarta), UNDIP (Semarang), UNAIR (Surabaya), UNAND (Padang), UNBRAW (Malang), USU (Medan), UNSYAH (Aceh) dan UNHAS (Makasar) serta di beberapa universitas swasta. Pada periode ini perawat yang telah melalui pendidikan profesi pada tingkat sarjana telah menyadari bahwa profesionalisme keperawatan perlu ditumbuh kembangkan secara terus menerus.

Daniel Bell pada tahun 1973 menyatakan (Kozier, 1998); “ Profession is a learned (i.e. scholary) activity and this involves formal training, but within a broad intellectual context to be within the profession means to be certified, formally or informally by peers or by same established body within the profession. And a profession embodies a norm of social responsiveness. ….expectation about their conduct derive from an ethic of service which as anorm is prior to an ethics of self-interest….The idea of profession implies an idea of competence and authority, technical and moral and that the profession will assume an hieratic place and society.

Sampai dengan tahun 2004, jumlah lulusan perawat pada tingkat sarjana (ners) maupun magister telah mencapai 3178 orang. Sedangkan jumlah seluruh perawat di Indonesia pada tahun yang sama telah mencapai 250.000 orang dengan rincian; lulusan SPK berkisar 84,5%, lulusan D III berkisar 14% dan lulusan Sarjana/magister berkisar 1,5% (Nurrachmah, 2004). Dampak positif dihasilkannya tenaga keperawatan berpendidikan tinggi adalah pelayanan keperawatan di kembangkan kearah yang benar, dengan demikian diharapkan terjadi peningkatan status kesehatan masyarakat melalui pelayanan keperawatan yang professional.

C. PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Lingkup praktik keperawatan meliputi:
1) Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
2) Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehtan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan system klien.
3) Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehtan dan tatanan lainnya.
4) Memberikan pengobatan (tidak termasuk obat-obatan berlabel merah) dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep terbatas.
5) Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

Untuk melaksanakan praktik keperawatan sesuai lingkup praktik keperawatan tersebut, maka kewenangan perawat meliputi:
1) Melaksanakan pengkajian keperawatan;
2) Merumuskan diagnosis keperawatan;
3) Menyusun rencana tindakan keperawatan;
4) Melaksanakan evaluasi terhadap tindakan;
5) Mendokumentasikan hasil keperawatan.

Berdasarkan bentuk intervensi keperawatan, mencakup: observasi, pendidikan dan konseling kesehatan, tindakan/ tritmen keperawatan, tindakan/tritmen medik yang dilimpahkan atau diserahkan, dan pendokumentasian dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia sesuai dengan bidang garapan keilmuan keperawatan, yaitu:
1) Memenuhi kebutuhan O2
2) Memenuhi kebutuhan nutrisi
3) Memenuhi kebutuhan integritas jaringan
4) Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
5) Memenuhi kebutuhan eliminasi buang air besar
6) Memenuhi kebutuhan eliminasi urin
7) Memenuhi kebutuhan kebersihan diri dan lingkungan
8) Memenuhi kebutuhanistirahat dan tidur
9) Memenuhi kebutuhan sirkulasi
10) Memenuhi kebutuhan keamanan dan keselamatan
11) Memenuhi kebutuhan manajemen nyeri
12) Memenuhi kebutuhan aktifitas dan latihan
13) Memenuhi kebutuhan psikososial
14) Memenuhi kebutuhan interaksi sosial
15) Memenuhi kebutuhan tentang perasaan kehilangan, menjelang ajal, dan menghadapi kematian
16) Memenuhi kebutuhan spiritual
17) Memenuhi kebutuhan respons nseksual
18) Memenuhi kebutuhan lingkungan sehat
19) Memenuhi kebutuhan ibu hamil
20) Memenuhi kebutuhan ibu melahirkan/intra partum
21) Memenuhi kebutuhan ibu post partum
22) Memenuhi kebutuhan PUS
23) Memenuhi kebutuhan remaja putrid tekait dengan system reproduksi
24) Memenuhi kebutuhan pra nikah
25) Memenuh kebutuhan perempuan terkait system reproduksi tanpa adanya kehamilan termasuk menopause
26) Memenuhi kebutuhan lain yang merefleksikan kegiatan keperawatan holistic atau komplimenter (ANA, 2000)

Apabila ditinjau dari tingkat upaya pencegahan, maka lingkup praktik keperawatan, mencakup:
1) Pencegahan primer: promosi dan pendidikan kesehatan; perlindungan kesehatan dan pencegahan penyakit (a.l: imunisasi).
2) Pencegahan sekunder: deteksi dini terhadap resiko dan bahaya kesehatan; menanggulangi masalah kesehtan dengan cepat dan tepat melalui asuhan keperawatan individu di keluarga dan komunitas, dan; melakukan rujukan kasus.
3) Pencegahan tertier: mencegah ketidakmampuan dan kecacatan lebih lanjut melalui asuhan keperawatan berfokus pada upaya rehabilitatif, dan mengoptimalkan fungsi kehidupan klien.

Dengan demikian, maka sasaran praktik keperawatan meliputi seluruh rentang kehidupan klien dan memperhatikan tiap tahap tumbuh kembang manusia. Oleh karena itu sasaran praktik keperawatan meliputi keperawatan janin dalam kandungan ibu, selama proses kelahiran baik untuk ibu dan janinnya, neonatus, bayi, balita, usia pra sekolah, usia sekolah, remaja, dewasa muda, dewasa dan lanjut usia, bahkan selama masa sakaratul maut.

Praktik keperawatan profesional merupakan tindakan mandiri perawat professional melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif dengan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktik keperawatan diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang dinamis dan siklik meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif ditujukan untuk mengenali masalah kesehatan yang dihadapi klien dan penyebab timbulnya masalah tersebut. Dikenalinya masalah dan penyebabnya dengan tepat akan mendasari penyusunan rencana penanggulangannya agar efektif dan efisien. Rencana tindakan keperawatan dibuat berdasarkan kebutuhan klien. Pelaksanaan praktik keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disepakati bersama antara klien dan keluarganya dengan perawat pelaksana. Pelaksanaan praktik keperawatan dilakukan oleh perawat dengan tingkat kewenangan yang sesuai, serta harus perpedoman pada kode etik keperawatan.

Baik proses maupun hasil asuhan keperawatan harus selalu di evaluasi dan di monitor secara terus menerus dan berkesinambungan, kemudian diadakan perbaikan dan modifikasi sesuai dengan hasil evaluasi dan monitoring serta tujuan yang telah ditetapkan bersama klien. Tujuan yang telah ditetapkan dapat berupa hilangnya gejala, menurunnya resiko, tercegahnya komplikasi, meningkatnya pengetahuan dan atau keterampilan kesehatan serta meninggalnya klien dengan damai dan bermartabat.

Pengkajian, perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi harus dilakukan bersama klien beserta keluarga, agar pelaksanaannya dapat dilakukan sesuai dengan harapan dan kemampuan klien dan keluarganya serta ketersediaan sumber yang ada. Dengan terpenuhinya kebutuhan dan harapan klien maka kepuasan klien diharapkan dapat tercapai. Praktik keperawatan yang memenuhi kebutuhan dan harapan klien beserta keluarganya dapat diselenggarakan pada semua sarana/tatanan pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit umum maupun khusus, Puskesmas, praktik keperawatan di rumah (home care), praktik keperawatan berkelompok/bersama (nursing home, klinik bersama), dan praktik keperawatan perorangan, serta praktik keperawatan yang mobile/ambulatory. Praktik keperawatan diselenggarakan dengan memperhatikan keterjangkauan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan/asuhan keperawatan dalam konteks pelayanan kesehatan.

Penyelenggaraan praktik keperawatan pada semua sarana/tatanan memerlukan pengelolaan administratif yang berbeda, sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing, namun dalam tanggung jawab teknis dan etis keperawatan, tetap berada pada perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan.Praktik keperawatan di rumah sakit baik milik pemerintah maupun swasta dan puskesmas harus direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi serta dicatat dan dilaporkan sesuai dengan aturan administrasi yang berlaku. Aturan perundang-undangan tersebut ditetapkan oleh pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota selaku regulator. Penyelenggaraan praktik d.i rumah sakit swasta, biasanya memiliki aturan lokal yang juga harus ditaati oleh semua perawat yang bekerja di RS tersebut, disamping aturan pemerintah pusat dan daerah yang berlaku

Praktik keperawatan berkelompok, merupakan praktik mandiri sekelompok perawat generalis dan atau spesialis dengan menggunakan ruangan gedung dan fasilitasnya secara bersama-sama. Praktik bersama dilaksanakan untuk tujuan efisiensi sumber karena dapat menggunakan sarana dan prasarana secara bersama sehingga resiko biaya yang harus ditanggung akan lebih kecil. Praktik bersama juga akan lebih memudahkan proses rujukan antar spesialis keperawatan dan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk terselenggaranya komunikasi profesi keperawatan dan saling memberikan dukungan antar perawat. Dalam penyelenggaraan praktik bersama diperlukan seorang penanggung jawab klinik, yang berperan sebagai kordinator internal dan mediator dengan pemerintah dan masyarakat luas selaku pengguna jasa. Karena penggunaan sumber secara bersama, maka diperlukan perencanaan matang dalam operasionalisasi praktik bersama, untuk itu diperlukan perencanaan strategis dan rapat koordinasi secara rutin. Sedangkan tanggung jawab profesi tetap berada pada masing –masing perawat yasng berpraktik.

Penyelenggaraan praktik keperawatan mandiri dan ambulatory berbeda dengan praktik berkelompok, dalam praktik mandiri seorang perawat bertanggungjawab penuh untuk semua urusan baik teknis dan administratif. Penyelenggaraan praktik mandiri dilakukan sesuai dengan keahlian dan kewenangan perawat yang berpraktik. Praktik ambulatory diperlukan dalam proses rujukan klien, bila perawat penolong menyimpulkan bahwa klien memerlukan pertolongan keperawatan lanjut dan atau dengan peralatan/ fasilitas yang lebih canggih. Dalam penyelenggaraan praktik keperawatan ambulatory harus dipastikan bahwa semua sumber(manusia , peralatan dan materi) yang mungkin dibutuhkan telah tersedia di dalam mobil ambulans. Semua tindakan yang dilakukan selama dalam ambulans menjadi tanggung jawab perawat yang menolong di dalam mobil ambulans.




C. MASALAH-MASALAH DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Masalah kesehatan di masyarakat saat ini makin kompleks, dimana penyakit degeneratif dan infeksi baik yang lama maupun yang baru (a.l: avian flu, HIV/AIDS) muncul bersama-sama. Hal ini diperberat dengan terjadinya berbagai bencana alam yang mendera Indonesia secara bertubi-tubi (gempa, Tsunami, banjir, gunung meletus, luapan Lumpur panas dan beracun dsb).

Kondisi tersebut di atas diperberat dengan kesulitan bidang ekonomi yang menimbulkan makin kompleksnya masalah kesehatan, misalnya gizi kurang/buruk akibat daya beli masyarakat yang rendah sehingga menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan memperlambat proses penyembuhan, yang berdampak pada pemborosan sumber, termasuk menimbulkan masalah dalam penyelenggaraan praktik keperawatan baik karena keterbatasan berbagai sumber keperawatan, baik sumber biaya, fasilitas maupun tenaga keperawatan.

Jenis tenaga keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, maka rumpun Tenaga Keperawatan terdiri dari perawat dan bidan. Namun dalam Naskah Akademik ini yang ditulis hanya tentang perawat/ners. Dibandingkan dengan awal tahun 1970-an, maka jenis dan jenjang tenaga keperawatan sudah lebih tertata, terutama setelah disepakati secara nasional pada Januari 1983, bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur dan system pendidikan tinggi keperawatan merupakan pendidikan profesi.

Menurut jenjang pendidikan perawat dikategorikan:
 Lulusan SPK (SMP + 3 tahun) yang sudah dinyatakan phasing out sejak 1982 dan dikonversikan pendidikan mereka ke jenjang DIII keperawatan
 Lulusan DIII keperawatan (SMA + 3 tahun) dengan berbagai kekhasan sesuai dengan muatan lokal kurikulum masing-masing institusi pendidikan.
 Lulusan program pendidikan Ners (SMA + 5 tahun) dengan jenjang S1 dan gelar profesi Ners )
 Lulusan program Pasca Sarjana dan atau Spesialis Keperawatan (Ners + 3 tahun) untuk mendapatkan gelar magister dan ners spesialis dalam berbagai bidang ilmu keperawatan.

Lulusan dari berbagai jenjang pendidikan keperawatan ini perlu diatur pendayagunaannya secara benar dan baik berdasarkan azas keadilan dan pemerataan keterjangkauan dengan memperhatikan aspek efisiensi dan mutu pelayanan dan lingkungan kehidupan kerja yang baik bagi tenaga kesehatan, dalam hal ini bagi perawat.

Kondisi geografis dan penyebaran penduduk di daerah terpencil dengan penempatan tenaga kesehatan yang tidak rasional dan tidak merata. Diperberat oleh permasalahan terkait dengan kondisi social, ekonomi, politik dan keamanan mempengaruhi penduduk, khususnya keluarga miskin untuk dapat menjangkau pelayanan kesehatan./keperawatan.

Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunjukkan, bahwa: sebagian besar perawat (56.1%) melakukan asuhan keperawatan dalam gedung Puskesmas dengan baik, (55.29%) melakukan asuhan keperawatan keluarga dan (52.4%) sudah menerapkan asuhan keperawatan pada kelompok dengan baik. Disamping itu, perawat juga melakukan tugas lain, antara lain menetapkan diagnosis penyakit (92.6%); membuat resep obat (93.1%); melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung puskesmas (97.1%); melakukan pemeriksaan kehamilan (70.1%); melakukan pertolongan ersalinan (57.7%). Hal ini terjadi tidak saja di Puskesmas terpencil tetapi juga di Puskesmas tidak terpencil. Selain itu (78.8%) perawat melaksanakan tugas petugas kebersihan dan (63.6%) melakukan tugas administrasi antara lain sebagai bendahara.

Tumpang tindih pada gray area bagi berbagai jenis dan jenjang tenaga keperawatan maupun dengan profesi kesehatan lainnya merupakan hal yang sering sulit untuk dihindari dalam praktik, terutama terjadi dalam keadaan darurat maupun karena keterbatasan tenaga di daerah terpencil. Dalam keadaan darurat, perawat yang dalam tugasnya sehari-hari berada disamping klien selama 24 jam, sering menghadapi kedaruratan klien, sedangkan dokter tidak ada. Dalam keadaan seperti ini perawat terpaksa harus melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan pasien. Tindakan ini dilakukan perawat tanpa adanya delegasi dan protapnya dari pihak dokter dan atau pengelola RS. Keterbatasan tenaga dokter terutama di Puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola Puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Tindakan pengobatan oleh perawat yang telah merupakan pemandangan umum di hampir semua Puskesmas terutama yang bearada di daerah tersebut dilakukan tanpa adanya pelimpahan wewenang dan prosedur tetap yang tertulis. Dengan pengalihan fungsi perawat ke fungsi dokter, maka sudah dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai dan tentu saja hal ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara professional.






BAB III
ALASAN PERLUNYA PENGATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEPERAWATAN

A. ALASAN FILOSOFIS

Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.

Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus diselenggarakan secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, remaja, para ibu dan para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan maupun di pedesaan. Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah perbatasan dan daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian masalah yang memberi dampak pada kesehatan masyarakat memerlukan keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.

Keperawatan sebagai Profesi mempunyai tanggung jawab moral dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. Profesi ada karena ada pengakuan dari masyarakat sehinga profesi mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan kewajiban profesi sebagai pengabdian kepada masyarakat.

Penyelenggaraan Pelayanan dan /atau Praktik Keperawatan adalah merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dan saling komplementer dengan pelayanan yang diberikan oleh profesi kesehatan lainnya.

Pelaksanaan Pelayanan dan /atau prktik keperawatan yang diberikan kepada masyarakat adalah berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang dipahami dan diyakini oleh profesi keperawatan serta terjamin kualitasnya baik secara nasional maupun global.

Praktik keperawatan bersifat unik yaitu konstan, berkesinambungan, koordinatif dan advokatif. Penyelenggaraan praktik keperawatan yang unik didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan globalisasi.



B. ALASAN YURIDIS

1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI mengenai Sumber Daya Kesehatan yang terdiri dari; tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan, pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan pengembangan kesehatan.

Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa; Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”
Pada Pasal 53, ayat (1) juga menyebutkan bahwa; Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.


C. ALASAN SOSIOLOGIS

Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:
1. Mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan dengan adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
2. Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi kebutuhan jenis dan jenjang tenaga perawat.
3. Mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan
4. Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan
5. Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan

Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak mendapakan pelayanan keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang kompeten tanpa diskriminatif menurut status social, budaya, agama, ras dll.

Akses pelayanan kesehatan diremote area sangat terbatas, Keperawatan dengan karakgteristik pelayanan dan /atau praktik keperawatan sangat dekat dengan masyarakat remote area, sehingga akses pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab berdasarkan keilmuan akan semakin diakses oleh masyarakat.

Ditengah meningkatnya biaya kesehatan individu yang saat ini masih cenderung dengan paradigma sakit, Pelayanan dan /atau Praktik Keperawatan yang lebih berorientasi pada aspek preventif, promotif dan rehabilitative disamping kuratif akan dapat mengurangi tingginya biaya kesehatan yang ditimbulkan oleh klien.

Kebutuhan Perawat selain didalam negeri juga diperlukan oleh Negara lain sebagai bagian dari penambahan devisa Negara. Kebutuhan perawat tingkat dunia dengan system keperawatan Indonesia yang di recognize oleh Negara tujuan adalah bagian dari pencitraan dan mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia dibidang kesehatan adalah setara bahkan mampu memimpin perkembangan keperawatan dunia.

Sistem keperawatan yang dikenal Negara lain akan mensejajarkan perawat Indonesia dan sekaligus meningkatkan penghargaan perawat Indonesia yang adil dan setara dengan Negara-negara berkembang lainnya bahkan Negara maju.



D. ALASAN TEHNIK KEPERAWATAN

1. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadap perawat
2. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting dalam pengambilan keputusan (kebijakan)
3. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat
4. Penyebaran tenaga yang tidak merata
5. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif
6. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab
7. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan peluang sempit
8. Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting
9. Kondisi kerja
10. Tumpang tindih peran perawat dan tenaga lain (grey area)
11. System pengembangan jenjang karir yang tidak jelas
12. Tidak tercapainya kepuasan kerja dapat mempengaruhi mutu pelayanan yang diberikan dan keengganan melayani pasien sehingga pasien dirujuk meningkat


BAB IV
POKOK-POKOK MATERI MUATAN DALAM PENGATURAN PRAKTIK KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN UMUM

Memberikan pengertian-pengertian atau batasan-batasan terhadap istilah, terminology yang dimuat dalam rancangan Undang-undang. Batasan yang digunakan dalam RUU ini diupayakan dengan:
a. menggunakan bahasa yang positif
b. jelas, tidak ditafsirkan lain
c. hal-hal yang sudah jelas, umum tidak perlu diberikan definisi.

Pengertian yang terdapat didalam RUU ini antara lain:
(1) Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
(2) Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan klien dan atau tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi dengan substansi keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual.
(3) Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan dan tatanan pelayanan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.
(4) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Perawat terdiri dari perawat vokasional, perawat professional dan perawat profesinoal spesialis
(6) Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)
(7) Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN)
(8) Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis.
(9) Konsil adalah Konsil Keperawatan Indonesia yang merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural yang bersifat independen.
(10) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji.
(11) Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.
(12) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
(13) Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
(14) Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan.
(15) Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan
(16) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan praktik keperawatan secara mandiri, berkelompok atau bersama profesi kesehatan lain.
(17) Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan perawat karena masalah kesehatan aktual atau potensial baik secara langsung maupun tidak langsung
(18) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(19) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional dan perawat profesional spesialis sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.
(20) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
(21) Surat tanda registrasi Perawat dalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada perawat yang telah diregistrasi.

B. AZAS DAN TUJUAN

Azas undang-undang praktik keperawatan hádala bahwa praktik keperawatan dilaksanakan berasaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.

C. LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN

Lingkup praktik keperawatan adalah :
1. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
2. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien.
3. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
4. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal
5. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

D. KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA

Konsil keperawatan Indonesia dibentuk dalam rangka mencapai tujuan terselenggaranya praktik keperawatan yang bertanggung jawab kepada Presiden, bersifat nasional dan dapat membentuk kantor perwakilan bila diperlukan serta berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Sedangkan tugasnya adalah;
1. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat;
2. Mengesahkan standar pendidikan perawat
3. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi masyarakat
Dalam menjalankan tugasnya, konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang:
a. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat yang dibuat oleh organisasi profesi;
b. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ;
c. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi;
d. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat;
e. Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang dilakukan perawat; dan
f. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi.

Susunan organisasi dan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri (1) (1) Susunan peimpinan Konsil terdiri dari :
a. Ketua merangkap anggota
b. Wakil ketua merangkap anggota
c. Ketua- ketua Komite merangkap anggota.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. Komite uji kompetensi dan registrasi
b. Komite standar pendidikan profesi
c. Komite praktik keperawatan
d. Komite disiplin keperawatan
(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota.

Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat. Sedangkan Jumlah anggota Konsil Keperawatan Indonesia 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. Anggota yang ditunjuk adalah 11 (sebelas) orang terdiri dari:
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 2 (dua) orang;
- Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;
- Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 1 (satu) orang;
- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;
- Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;
- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;
- Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;
- Departemen Pendidikan Nasional 1 (satu) orang;
- Departemen Hukum 1 (satu) orang; dan
b. Anggota yang dipilih adalah 10 (sepuluh) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.

Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi dengan masa bakti satu periode keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.

Pembiayaan Konsil dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pendapatan lain yang sah.


E. STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN

Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan.

Standar pendidikan profesi keperawatan adalah:
a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.


F. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN

Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan, untuk memberikan kompetensi kepada perawat, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan. Maka dari itu, Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.

Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.


G. REGISTRASI KEPERAWATAN

Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP). Registrasi perawat dilakukan dalam 2 (dua) kategori:
1) LVN untuk perawat vokasional
2) RN untuk perawat profesional

Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
1) memiliki ijazah perawat Diploma III dan SPK untuk LVN
2) memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk RN
3) mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
4) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
5) lulus uji kompetensi
6) membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi keperawatan
7) rekomendasi dari organisasi profesi

Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, ijin tempat praktik diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Praktik Perawat. Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LVN berhak memperoleh SIPV dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan. Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri. Untuk perawat dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi RN dan berhak memperoleh SIPP II.Surat Izin Praktik Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.

Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus dilakukan adaptasi dan evaluasi. Adaptasi dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan. Selain itu perawat asing yang bekerja di Indonesia juga akan di evaluasi yang meliputi; keabsahan ijazah, kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan, memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental, dan membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan Indonesia.

Perawat asing selain memenuhi ketentuan di atas harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.


H. PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Praktik keperawatan dilakukakan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP berwenang untuk:
a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;
b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi: intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;
c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
d. melaksanakan intervensi keperawatan
e. Memberikan pengobatan (tidak termasuk obat-obat dengan label merah) dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep terbatas.
f. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.


Bagi para perawat yang bertugas dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, keadaan luar biasa/bencana, perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan untuk membantu.

Pelaksanaan praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (LVN). LVN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN. Untuk menjaga keselamatan dan keamanan klien maka perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan
b. meminta pendapat perawat lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan keperawatan;
d. menolak tindakan keperawatan; dan
e. mendapatkan resume keperawatan.

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Pengungkapan rahasia klien dilakukan atas dasar:
a. Persetujuan klien dan atau pasien
b. Perintah hakim pada sidang pengadilan
c. Ketentuan perundangan yang berlaku
d. Kepentingan umum

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :
a. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan atau pasien atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;
d. Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi, dedikasi yang luar biasa dan atau bertugas di daerah terpencil dan rawan;
e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya;
f. Menerima imbalan jasa profesi

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :
a. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar praktek keperawatan, kode etik, dan SOP serta kebutuhan klien dan atau pasien;
b. Standar profesi, standar praktek, kode etik ditetapkan oleh organisasi profesi dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga keperawatan.
c. Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
d. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum;
e. Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;
f. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
g. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam meningkatkan profesionalisme.


Praktik mandiri perawat dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok. Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:
1) Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;
2) Memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan di luar institusi pelayanan kesehatan termasuk kunjungan rumah;
3) Memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan, formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan.


I. PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN

Untuk lebih meningkatkan asas manfaat bagi berbagai pihak, seyogyanyalah praktik keperawatan tersebut perlu dibina dan diawasi, yang apabila ditemukan penyimpangan perlu dilakukan perbaikan atau kalau bersifat fatal perlu diberikan sanksi.

Pembinaan dan pengawasan pelaksaan undang-undang praktik keperawatan diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan, melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan tenaga keperawatan dan memberi kepastian hukum bagi tenaga keperawatan.

Pembinaan, pengembangan dan pengawasan meliputi; profesi dan karir, kompetensi profesional dan kepribadian, jabatan fungsional perawat, kenaikan pangkat dan promosi, kualifikasi akademik dan kompetensi profesional perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta, kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah dan swasta


J. KETENTUAN PIDANA

Apabila dalam pembinaan dan pengawasan praktik keperawatan yang berkaitan dengan aspek hukum ditemukan pelanggaran dan kejahatan maka perlu diberikan sanksi hukum. Perawat yang melanggar ketentuan dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara Surat Ijin Praktik Perawat maupun permanen hingga sanksi pidana.

Penetapan sanksi administrasi dan Sanksi Disiplin maupun pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.

J. KETENTUAN PERALIHAN

Dalam rangka untuk mengatasi jangan sampai terjadi kekosongan hukum apabila undang-undang telah disahkan tetapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan praktik keperawatan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum dicabut. Maka perlu dibunyikan dalam pasal peralihan undang-undang ini. Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.





K. KETENTUAN PENUTUP

Materi yang di atur biasanya menyangkut pencabutan materi suatu undang-undang dan pemberlakuan undang-undang yang baru.


BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan maupun masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dalam melakukan perubahan atau membentuk suatu undang-undang yang diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan naskah akademis menjadi sangat penting.

Oleh karena itu penyusunan naskah akademis Praktik Keperawatan ini memuat pokok-pokok pikiran mengenai materi hukum yang melandasi penyusunan praktik keperawatan mencakup antara lain;

a. Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
b. Pengaturan izin praktik kaitannya dengan seritifikasi, registrasi dan lisensi.
c. Akreditasi tempat praktik dan orang yang bertanggung jawab ditempat praktik.
d. Pengaturan penetapan kebijkan, yang sekarang ini hanya ada di Departemen Kesehatan.
e. Pengaturan ketatalaksanaan hubungan perawat-klien (pasien)
f. Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi
g. Pemberian sanksi displin.








B. SARAN

1. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.
2. Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
3. Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan dalam bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.